BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
buku Pembelajaran Anak Tunagrahita karangan Prof. Dr. Bandi Delphie
menyatakan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk
menggantikan kata Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus.
ABK mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya. Menurut
Mulyono (dalam situs http://edukasi.kompasiana.com)
menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak – anak yang
tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan. Dalam perkembangannya, saat ini
konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan atau luar biasa. Heward (dalam
situs http://id.wikipedia.org).
Mangunsong
(2008) yang merupakan Guru Besar Psikologi Pendidikan di Universitas Indonesia
menyebutkan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan
dan layanan khusus untuk mengoptimalkan fungsi kemausiaannya secara utuh akibat
adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Perbedaan kondisi
meliputi: ciri – ciri mental, kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular,
perilaku sosial dan emosi, kemampuan komunikasi ataupun kombinasi dua atau
lebih dri berbagai hal tersebut (dalam situs http://fenti-yesi.blogspot.com).
Anak
dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami
kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, sosial- emosional) dalam
proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan
demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu,
tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak
memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak
dengan kebutuhan khusus.
Anak
dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara
simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded)
yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian Anak Berkebutuhan Khusus?
2. Konsep
Anak Berkebutuhan Khusus?
3. Apa saja
faktor penyebab Kebutuhan Khusus?
4. Apa saja
jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus?
5. Apa Masalah-Masalah Yang Dihadapi Anak Berkebutuhan
Khusus?
6. Apa
Dampak dari Anak Berkebutuhan Khusus?
C. Tujuan
Penulisan
1. Memberikan
informasi atau pengetahuan kepada pembaca mengenai ABK
2. Menumbuhkan
rasa menghargai atas perbedaan
3. Meminimalisir
pemikiran yang diskriminatif terhadap ABK
4. Mengetahui
Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
5. Mengetahui Masalah-Masalah Yang Dihadapi Anak
Berkebutuhan Khusus
6. Memahami
Dampak dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam buku Pembelajaran Anak
Tunagrahita karangan Prof. Dr. Bandi Delphie menyatakan bahwa Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata Anak
Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. ABK mempunyai
karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya.
Menurut Mulyono (dalam situs http: // edukasi.
kompasiana. com) menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus
(ABK) merupakan anak – anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan.
Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan
atau luar biasa. Heward (dalam situs http://id.wikipedia.org).
Mangunsong (2008) yang merupakan
Guru Besar Psikologi Pendidikan di Universitas Indonesia menyebutkan anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus
untuk mengoptimalkan fungsi kemausiaannya secara utuh akibat adanya perbedaan
kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Perbedaan kondisi meliputi: ciri – ciri
mental, kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosi,
kemampuan komunikasi ataupun kombinasi dua atau lebih dri berbagai hal tersebut
(dalam situs http://fenti-yesi.blogspot.com).
Anak dengan kebutuhan khusus adalah
anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik,
mental-intelektual, sosial- emosional) dalam proses pertumbuhan/
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Dengan demikian, meskipun seorang
anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan
tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan
khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Anak dengan kebutuhan khusus (special
needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow)
atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di
sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
Banyak istilah yang dipergunakan
sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan
handicaped. Menurut World Health Organization (WHO), definisi
masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
- Impairment merupakan suatu keadaan atau kondisi di
mana individu mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologis,
fisiologis atau fungsi struktur anatomis secara umum pada tingkat organ
tubuh. Contoh seseorang yang mengalami amputasi satu kakinya, maka dia
mengalami kecacatan kaki.
- Disability merupakan suatu keadaan di mana individu
mengalami kekurangmampuan yang dimungkinkan karena adanya keadaan impairment
seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh pada orang yang cacat kakinya,
maka dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk melakukan
mobilitas.
- Handicaped merupakan ketidakberuntungan individu
yang dihasilkan dari impairment atau disability yang
membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu. Handicaped
juga bisa diartikan suatu keadaan di mana individu mengalami
ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan.
Hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ
individu. Contoh orang yang mengalami amputasi kaki sehingga untuk
aktivitas mobilitas atau berinteraksi dengan lingkungannya dia memerlukan
kursi roda.
Termasuk anak-anak berkebutuhan
khusus yang sifatnya temporer di antaranya adalah anak-anak penyandang post
traumatic syndrome disorder (PTSD) akibat bencana alam, perang, atau
kerusuhan, anak-anak yang kurang gizi, lahir prematur, anak yang lahir dari
keluarga miskin, anak-anak yang mengalami depresi karena perlakukan kasar,
anak-anak korban kekerasan, anak yang kesulitan konsentrasi karena sering
diperlakukan dengan kasar, anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru
mengajar, anak berpenyakit kronis, dan sebagainya.
Menurut Heward anak berkebutuhan
khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak
dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah
anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki,
ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan
kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan
modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi
menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di
Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian
A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk
tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB
bagian G untuk cacat ganda.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) agak
berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus berproses dan
tumbuh, tidak dengan modal fisik yang wajar, karenanya sangat wajar jika mereka
terkadang cenderung memiliki sikap defensif (menghindar), rendah diri, atau
mungkin agresif, dan memiliki semangat belajar yang lemah.
Anak berkebutuhan khusus (ABK)
adalah definisi yang sangat luas, mencakup anak-anak yang memiliki cacat fisik,
atau kemampuan IQ rendah, serta anak dengan permasalahan sangat kompleks,
sehingga fungsi-fungsi kognitifnya mengalami gangguan.
The National Information Center for
Children and Youth with Disabilities (NICHCY) mengemukakan bahwa “children
with special needs or special needs children refer to children who have
disabilities or who are at risk of developing disabilities”.
Hal senada juga diajukan oleh Behr
dan Gallagher (Fallen dan Umansky, 1985:13) yang mengusulkan perlunya definisi
yang lebih fleksibel dalam mendefinisikan anak-anak berkebutuhan khusus.
Artinya, tidak hanya meliputi anak-anak berkelainan (handicapped children), tetapi
juga mereka yang termasuk anak-anak memiliki faktor resiko. Dijelaskan lebih
lanjut bahwa dengan definisi yang lebih fleksibel, akan memberikan keuntungan
bahwa hambatan yang lebih serius dapat dicegah melalui pelayanan anak pada usia
dini. Sekalipun demikian, dalam pembahasan ini lebih memfokuskan kepada
anak-anak yang termasuk dalam kategori anak cacat atau berkelainan.
Perubahan terminologi atau istilah
anak berkebutuhan khusus dari istilah anak luar biasa tidak lepas dari dinamika
perubahan kehidupan masyarakat yang berkembang saat ini, yang melihat persoalan
pendidikan anak penyandang cacat dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis
dan holistik, dengan penghargaan tinggi terhadap perbedaan individu dan
penempatan kebutuhan anak sebagai pusat perhatian, yang kemudian telah
mendorong lahirnya paradigma baru dalam dunia pendidikan anak penyandang cacat
dari special education ke special needs education. Implikasinya, perubahan
tersebut juga harus diikuti dengan perubahan dalam cara pandang terhadap anak
penyandang cacat yang tidak lagi menempatkan kecacatan sebagai focus perhatian
tetapi kepada kebutuhan khusus yang harus dipenuhinya dalam rangka mencapai
perkembangan optimal. Dengan demikian, layanan pendidikan tidak lagi didasarkan
atas label kecacatan anak, akan tetapi harus didasarkan pada hambatan belajar
dan kebutuhan setiap individu anak atau lebih menonjolkan anak sebagai individu
yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.
Ada beberapa istilah yang sering
digunakan untuk memahami anak berkebutuhan khusus yaitu impairment yang berarti
cacat, disability di mana seseorang mengalami hambatan karena berkurangnya
fungsi suatu organ yang dimungkinkan karena kondisi cacat, dan
handicapped,merupakan keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam komunikasi
dan sosialisasi dengan lingkungan. Kondisi handicapped inilah yang merupakan
berkebutuhan khusus, karena untuk bersosialisasi dengan lingkungan termasuk
pendidikan dan pengajaran memerlukan perlakuan khusus.
B.
Konsep
Anak Berkebutuhan Khusus
Cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang
bersifat sementra (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang besifat menetap
(permanent).
1.
Anak
Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementra (Temporer)
Anak
berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi
karena trauma akibat diperekosa sehingga anak ini tidak dapat belajar.
Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementra tetapi apabila anak ini
tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanent. Anak
seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan
yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu
dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang
mempunyai kebutuhan khusus yang berssifat temporer, dan oleh karena itu mereka
memerlukan pendidikan yang disesuiakan yang disebut pendidikan kebutuhan
khusus. Contoh lain, anak baru masuk Kls I Sekolah Dasar yang mengalami
kehidupan dua bahasa. Di rumah anak berkomunikasi dalam bahasa ibunya (contoh
bahasa: Sunda, Jawa, Bali atau Madura dsb), akan tetapi ketika belajar di
sekolah terutama ketika belajar membaca permulaan, mengunakan bahasa Indonesia.
Kondisi seperti ini dapat menyebabkan munculnya kesulitan dalam belajar membaca
permulaan dalam bahasa Indonesia. Anak seperti ini pun dapat dikategorikan
sebagai anak berkebutuhan khusus sementra (temporer), dan oleh karena itu ia
memerlukan layanan pendidikan yang disesuikan (pendidikan kebutuhan khusus).
Apabila hambatan belajar membaca seeperti itu tidak mendapatkan intervensi yang
tepat boleh jadi anak ini akan menjadi anak berkebutuhan khusus permanent.
2.
Anak
Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen)
Anak
berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami hambatan
belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung
dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan,
pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gannguan gerak
(motorik), gannguan iteraksi-komunikasi, gannguan emosi, social dan tingkah
laku. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama
artinya dengan anak penyandang kecacatan.
Istilah
anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari anak
penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup spektrum yang luas
yaitu meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus
permanent (penyandang cacat). Oleh karena itu apabila menyebut anak
berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk anak penyandang
cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota dari anak
berkebutuhan khusus. Oleh karena itu konsekuensi logisnya adalah lingkup
garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan lingkup
garapan Pendidikan Luar Biasa yang hanya menyangkut anak penyandang cacat.
C.
Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Penyebab
anak berkebutuhan khusus terjadi dalam beberapa periode kehidupan anak, yaitu :
a)
Sebelum kelahiran
Penyebab yang terjadi sebelum proses
kelahiran, dalam hal ini berarti ketika anak dalam kandungan, terkadang tidak
disadari oleh ibu hamil. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1.
Gangguan
Genetika : Kelainan Kromosom, Transformasi
Kelainan kromosom kerap diungkap
dokter sebagai penyebab keguguran, bayi meninggal sesaat setelah dilahirkan,
maupun bayi yang dilahirkan sindrom down. Kelainan kromosom ini umumnya terjadi
saat pembuahan, yaitu saat sperma ayah bertemu sel telur ibu. Hal ini hanya
dapat diketahui oleh ahlinya saja, tidak kasat mata sehingga para ibu hamil
tidak dapat memprediksikannya. Untuk mengetahui bahwa proses tansformasi
kromosom berjalan normal membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk uji
laboratoriumnya.
2.
Infeksi
Kehamilan
Infeksi saat hamil dapat
mengakibatkan cacat pada janin. Penyebabnya adalah parasit golongan protozoa
yang terdapat pada binatang seperti kucing, anjing, burung, dan tikus. Gejala
umumnya seperti mengalami gejala berupa demam, flu, dan pembengkakan kelenjar
getah bening. Faktor ini terjadi bisa dikarenakan makanan atau penyakit.
Infeksi kehamilan dapat diketahui jika si ibu rutin memeriksakan kehamilannya
sehingga jika ada indikasi infeksi kehamilan dapat segera diketahui. Bisa juga
infeksi terjadi karena adanya penyakit tertentu dalam kandungan si ibu hamil.
3.
Usia
Ibu Hamil (high risk group)
Ada beberapa hal yang menyebabkan
ibu beresiko hamil, antara lain : riwayat dan persalinan yang sebelumnya
kurang baik (misalnya, riwayat keguguran, perdarahan pasca kelahiran, lahir
mati), tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm, ibu hamil yang kurus/berat
badan kurang; usia ibu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
sudah memiliki 4 anak atau lebih; jarak antara dua kehamilan kurang dari 2
tahun, ibu menderita anemia atau kurang darah, tekanan darah yang meninggi dan
sakit kepala hebat dan adanya bengkak pada tungkai, kelainan letak janin atau
bentuk panggul ibu tidak normal, riwayat penyakit kronik seperti diabetes,
darah tinggi,asma dll.
4.
Keracunan
Saat Hamil
Keracunan kehamilan sering disebut Preeclampsia
(pre-e-klam-si-a) atau toxemia adalah suatu gangguan yang muncul
pada masa kehamilan, umumnya terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu.
Gejala-gejala yang umum adalah tingginya tekanan darah, pembengkakan yang tak
kunjung sembuh dan tingginya jumlah protein di urin. Keracunan kehamilan sering
terjadi pada kehamilan pertama dan pada wanita yang memiliki sejarah keracunan
kehamilan di keluarganya. Resiko lebih tinggi terjadi pada wanita yang memiliki
banyak anak, ibu hamil usia remaja, dan wanita hamil di atas usia 40 tahun.
Selain itu, wanita dengan tekanan darah tinggi atau memiliki gangguan ginjal
sebelum hamil juga beresiko tinggi mengalami keracunan kehamilan . Penyebab
sesungguhnya masih belum diketahui.
Cara mengatasinya adalah dengan cara
melahirkan untuk melindungi bayi dan ibunya. Namun jika kelahiran tidak
memungkinkan karena usia kandungan yang terlalu dini, ada beberapa langkah yang
bisa diambil untuk mengatasi keracunan kelahiran sampai bayi dinyatakan cukup
umur untuk bisa dilahirkan. Langkah-langkah tersebut meliputi penurunan tekanan
darah dengan cara istirahat total (bed-rest) atau dengan obat-obatan
yang direkomendasi dokter, dan perhatian khusus dari dokter.
5.
Pengguguran
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa
Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20
minggu yang mengakibatkan kematian janin. Secara medis, pengguguran kandungan
adalah berakhirnya kehamilan sebelum fetus dapat hidup sendiri diluar
kandungan. Batas umur kandungan 28 minggu dan berat fetus kurang dari 1000
gram.
Penyebab penggguran kandungan antara
lain : kelainan ovum (kelainan kromosom), penyakit ibu (Infeksi akut, kelainan
endokrin, trauma, kelainan kandungan), kelainan Plasenta, gangguan hormonal,
dan Abortus buatan/ provokatus (sengaja di gugurkan).
Pengguguran kandungan dikarenakan
hal-hal seperti : kerja fisik yang berlebihan, mandi air panas, melakukan
kekerasan di daerah perut, obat pencahar, obat-obatan dan bahan-bahan kimia, electric
shock untuk merangsang rahim, dan menyemprotkan cairan ke dalam liang
vagina.
6.
Lahir
Prematur
Menurut dr Suyanto, Sp.OG, Spesialis
Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Budi Kemuliaan, bayi prematur adalah bayi
yang lahir kurang bulan menurut masa gestasinya (usia kehamilannya). Adapun
masa gestasi normal adalah 38-40 minggu. Dengan demikian bayi prematur adalah
bayi yang lahir sebelum masa gestasi si ibu mencapai 38 minggu.
b)
Selama proses kelahiran
Setiap ibu berharap mengalami proses
melahirkan yang normal dan lancar. Berikut akan dibahas beberapa proses
kelahiran yang dapat menyebabkan anak berkebutuhan khusus, antara lain :
1.
Proses
kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan oksigen
Tanda-tanda bayi lahir prematur sama
seperti bayi lahir normal, hanya saja proses pelahirannya lebih awal dari
seharusnya. Proses melahirkan yang lama dapat mengakibatkan bayi kekurangan
oksigen. Penyebab bayi lahir prematur terbagi dalam dua hal, dari sang ibu dan
bayi itu sendiri. Sebab yang berasal dari ibu antara lain : pernah mengalami
keguguran (abortus) atau pernah melahirkan bayi prematur pada riwayat kehamilan
sebelumnya, kondisi mulut rahim lemah sehingga rahim akan terbuka sebelum usia
kehamilan mencapai 38 minggu, si ibu menderita beberapa penyakit (semisal
penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis, gondok); ibu yang sangat muda
(kurang dari 16 tahun) dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun). Sementara sebab
yang berasal dari bayi sendiri antara lain : bayi dalam kandungan berat
badannya kurang dari 2,5 kilogram, kurang gizi, posisi bayi dalam keadaan
sungsang.
2.
Kelahiran
dengan alat bantu : Vacum
Vacum adalah suatu persalinan buatan
dengan cara menghisap bayi agar keluar lebih cepat. Vacum ini dikhawatirkan
membuat kepala bayi terjepit sehingga akan terjadi kecelakaan otak gangguan
pada otak.
3.
Kehamilan
terlalu lama: > 40 minggu
Kehamilan yang terlalu lama
dikhawatirkan membuat keadaan bayi di dalam rahim mengalami kelainan dan
keracunan air ketuban. Karenanya jika usia kandungan sudah melewati masa
melahirkan dianjurkan pada ibu hamil untuk segera melahirkan dengan cara yang
memungkinkan sesuai kondisi ibu dan bayi.
c)
Setelah kelahiran
Setelah proses kelahiran pun tidak
otomatis bayi aman dari kelainan yang mengakibatkan nanti anak menjadi
berkebutuhan khusus. Berikut beberapa hal yang menyebabkan anak berkebutuhan
khusus tersebut antara lain :
1.
Penyakit
infeksi bakteri (TBC)
Virus penyakit TBC adalah suatu
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang
menyerang paru-paru. Setelah proses kelahiran, bayi dikhawatirkan teserang
bakteri atau virus yang dapat menyebabkan penyakit tertentu dan menyebabkan
kelainan pada anak secara fisik maupun mental.
2.
Kekurangan
zat makanan (gizi, nutrisi)
Gizi merupakan unsur yang sangat
penting di dalam tubuh. Dapat dibayangkan jika bayi mengalami kekurangan gizi,
kelainan apa saja yang dapat dialaminya di masa kehidupannya mendatang.
Kelainan yang akan dialami anak mencakup kelainan fisik, mental, bahkan
prilaku. Karenanya gizi harus dipenuhi setelah anak lahir, baik dari ASI dan juga
nutrisi makanannya.
3.
Kecelakaan
Pada bayi, umumnya kecelakaan
terjadi karena jatuh, tergores benda tajam, tersedak, tercekik atau tanpa
sengaja menelan obat-obatan dan bahan kimia yang diletakkan di sembarang
tempat. Kecelakaan seperti ini disebabkan kelalaian orang dewasa di sekitarnya.
4.
Keracunan
Bahaya keracunan yang sering terjadi
pada anak adalah menelan obat berlebihan (overdosis) karena orang tua menaruh
obat sembarangan. Potensi keracunan lainnya menelan cairan kosmetik ibunya,
cairan pembersih untuk rumah dan cairan pembasmi serangga, dan bahan beracun
lainnya.
Untuk menghindarinya, berikut yang
harus dilakukan: letakkan semua barang-barang yang menimbulkan potensi
keracunan seperti bahan-bahan pembersih, pewangi pakaian, pupuk, dan lainnya di
tempat tinggi dan tak mudah dijangkau. Bila perlu, kunci lemari khusus
tersebut. Simpanlah tetap bersama pembungkusnya.
D.
Jenis-jenis
Anak Berkebutuhan Khusus
a)
Kelainan Mental terdiri dari:
1.
Mental
Tinggi
Sering dikenal dengan anak berbakat
intelektual, di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rerata
normal yang signifikan juga memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap
tugas.
2.
Mental
Rendah
Kemampuan mental rendah atau
kapasitas intelektual (IQ) di bawah rerata dapat dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu anak lamban belajar (slow learners) yaitu anak yang memilki IQ antara 70
– 90. Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70 dikenal dengan anak
berkebutuhan khusus.
3.
Berkesulitan
Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan
dengan prestasi belajar (achivement) yang diperoleh siswa. Anak berkesulitan
belajar spesifik adalah anak yang memiliki kapasitas intelektual normal ke atas
tetapi memiliki prestasi belajar rendah pada bidang akademik tertentu.
b)
Kelainan Fisik meliputi:
1.
Kelainan
Tubuh (Tunadaksa)
Tunadaksa adalah individu yang
memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan
struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk
celebral palsy (kelayuhan otak), amputasi (kehilangan organ tubuh), polio, dan
lumpuh.Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki
keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat
ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan
mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total
dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
2.
Kelainan
Indera Penglihatan (Tunanetra)
Tunanetra adalah individu yang
memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam
dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
Definisi tunanetra menurut Kaufman
& Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi
penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki
penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka
proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan
indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam
memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan
harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan
braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata, sedangkan media yang
bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS.
Untuk membantu tunanetra
beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai orientasi dan
mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra
mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat
khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
3.
Kelainan
Pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu adalah individu yang
memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen.
Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
1.
Gangguan
pendengaran sangat ringan (27-40dB)
2.
Gangguan
pendengaran ringan (41-55dB)
3.
Gangguan
pendengaran sedang (56-70dB)
4.
Gangguan
pendengaran berat (71-90dB)
5.
Gangguan
pendengaran ekstrim/tuli (di atas 91dB)
Karena memiliki hambatan dalam
pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga
mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan
bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan
untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. Saat ini dibeberapa sekolah
sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan
bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung
kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Kelainan pendengaran dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of
hearing).
4.
Kelainan
Bicara (Tunawicara)
Seseorang yang mengalami kesulitan
dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak
dapat dimengerti orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di
mana mungkin disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang
disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada
organ motoris yang berkaitan dengan bicara.
5.
Kelainan
Emosi
Gangguan emosi merupakan masalah
psikologis, dan hanya dapat dilihat dari indikasi perilaku yang tampak pada
individu. Adapun klasifikasi gangguan emosi meliputi:
a)
Gangguan
Perilaku
Ciri-ciri individu yang mengalami
gangguan perilaku antara lain: 1) mengganggu di kelas, 2)
tidak sabaran-terlalu cepat bereaksi, 3) tidak menghargai-menentang, 4)
menyalahkan orang lain, 5) kecemasan terhadap prestasi di sekolah, 6) dependen
terhadap orang lain, 7) pemahaman yang lemah, 8) reaksi yang tidak sesuai,
9) melamun, tidak ada perhatian, dan 10) menarik diri.
b)
Gangguan
Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder)
Enam atau lebih gejala inattention,
berlangsung paling sedikit 6 bulan, ketidakmampuan untuk beradaptasi, dan
tingkat perkembangannya tidak konsisten. Gejala-gejala inattention
tersebut antara lain:1) Sering gagal untuk memperhatikan secara detail, atau
sering membuat kesalahan dalam pekerjaan sekolah atau aktivitas yang lain, 2)
sering kesulitan untuk memperhatikan tugas-tugas atau aktivitas permainan, 3)
sering tidak mendengarkan ketika orang lain berbicara, 4) sering tidak
mengikuti intruksi untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah, 5) kesulitan untuk
mengorganisir tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas, 6) tidak menyukai pekerjaan
rumah dan pekerjaan sekolah, 7) sering tidak membawa peralatan sekolah seperti
pensil, buku, dan sebagainya, 8) sering mudah beralih pada stimulus luar,
9) mudah melupakan terhadap aktivitas sehari-hari
c)
Gangguan
Hiperaktive (ADHD/Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
Gejala gangguan Hiperaktive antara lain: 1) Perilaku tidak
bisa diam, 2) ketidakmampuan untuk memberi perhatian yang cukup lama, 3)
hiperaktivitas, 4) aktivitas motorik yang tinggi, 5) mudah buyarnya
perhatian, 6) canggung,
7) infeksibilitas, 8) toleransi yang rendah terhadap frustasi, 9) berbuat
tanpa dipikir akibatnya.
E. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Anak Berkebutuhan
Khusus
Dampak keberkebutuhan khusus dari tiga dimensi
tersebut menyebabkan pengaruh yang cukup berarti dalam kehidupan mereka.
Keterbatasan dan daya kemampuan yang mereka miliki menimbulkan munculnya
berbagai masalah. Masalah yang mereka hadapi relatif berbeda-beda, walaupun ada
kesamaan yang dirasakan oleh mereka ini sebagai dampak keberkebutuhan
kekhususan, dan yang ada kesamaan dirasakan mereka (Amin, 1995: 41-51)
meliputi:
• Masalah
kesulitan dalam kehidupan sehari-hari
Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan
pemeliharaan diri sendiri. Kondisi keterbatasan mereka banyak yang mengalami
kesulitan dalam kehidupan sehari-hari terutama pada berkebutuhan khusus
kategori berat dan sangat berat. Keadaan itu diharapkan dalam program
penanganan memprioritaskan bimbingan dan latihan keterampilan aktifitas
kehidupan sehari-hari terutama memelihara diri sendiri, seperti: cara makan,
menggosok gigi, memakai baju, memasang sepatu, serta pekerjaan rumah tangga
yang sangat sederhana.
• Masalah
penyesuaian diri
Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan
dipengaruhi beberapa faktor salah satunya kecerdasan. Kecerdasan yang rendah
berakibat hambatan penyesuaian diri, dan pada anak berkebutuhan khusus. Kondisi
itu menimbulkan kecenderungan diisolir oleh keluarga maupun masyarakat.
Kecenderungan terisolasi pada mereka mengakibatkan pembentukan pribadinya tidak
layak, untuk itu dalam program penanganan pada mereka perlu menyarankan kepada
keluarga supaya tidak mengisolir.
• Masalah
penyaluran ke tempat kerja
Keterbatasan pada anak berkebutuhan khusus merupakan
problem di dalam mendapatkan pekerjaan. Masalah ini perlu diprioritaskan dalam
program penanganan untuk menyiapkan anak berkebutuhan khusus dengan berbagai
program keterampilan yang dapat digunakan untuk mencari nafkah atau bekerja.
Lembaga penanganan anak berkebutuhan khusus perlu juga memprogramkan penyaluran
kerjanya atau membentuk bengkel kerja yang terlindung (sheltered work shop).
• Masalah
kesulitan belajar
Keterbatasan kemampuan fisiologik dari anak
berkebutuhan khusus mengakibatkan kesulitan mencapai prestasi belajar bidang
akademik. Kondisi ini perlu diperhatikan bahwa program penanganan diusahakan
dapat memenuhi kebutuhan anak untuk mencapai prestasi belajar. Dalam pembelajaran
bidang akademik diusahakan materi dan metode, serta equipment yang sesuai
dengan kondisi mereka.
• Masalah
gangguan kepribadian dan emosi
Keterbatasan pada fisiologis anak berkebutuhan
khusus menyebabkan keseimbangan pribadinya kurang stabil. Kondisi yang demikian
itu dapat dilihat pada penampilan tingkah lakunya sehari-hari, misalnya:
berdiam diri berjam-jam lamanya, gerakan yang hiperaktif, mudah marah, mudah
tersinggung, suka mengganggu orang lain di sekitarnya, bahkan tindakan merusak
(destruktif).
• Masalah
pemanfaatan waktu luang
Anak berkebutuhan khusus dalam tingkah lakunya
sering menampilkan tingkah laku nakal dan mengganggu ketenangan lingkungannya,
hal ini terjadi karena anak berkebutuhan khusus tidak mampu berinisiatif yang
dipandang layak oleh lingkungan. Mereka tidak mampu menggunakan waktu untuk
inisiatif kegiatan yang terarah jika tidak ada yang mengarahkan. Bagi yang
pasif cenderung suka berdiam diri atau menjauhkan diri dari keramaian.
Kondisi-kondisi yang terjadi pada berkebutuhan khusus itu perlu diperhatikan
dalam program penanganan untuk memberi kegiatan saat mereka mempunyai waktu
luang. Kegiatan yang terarah saat waktu luang untuk menghindari efek negatif
yang dilakukan olehnya karena kegiatannya tidak membahayakan dan tidak mengganggu
lingkungan. Kegiatan yang terarah pada waktu luang merupakan tenggung jawab
bersama antara sekolah, pengasuh, dan orang tua. Tanggung jawab bersama ini
mutlak dilakukan karena mereka saat berada di manapun kegiatannya harus
diarahkan. Waktu luang yang tanpa diarahkan dengan kegiatan berakibat digunakan
oleh mereka untuk kegiatan yang negatif.
F.
Implikasi Terjadinya Anak Berkebutuhan Khusus
Kembali pada pokok pembahasan
postingan kali ini yaitu tentang implikasi terjadinya anak berkebutuhan khusus
atau dalam bahasa inggris disebut dengan Children with Special Needs. Berikut
secara rinci diuraikan sebagai berikut:
- Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis, terutama pada
anak-anak yang mengalami kelainan yang berkaitan dengan fisik termasuk
sensori-motor terlihat pada keadaan fisik penyandang berkebutuhan khusus kurang
mampu mengkoordinasi geraknya, bahkan pada berkebutuhan khusus taraf berat dan sangat
berat baru mampu berjalan di usia lima tahun atau ada yang tidak mampu berjalan
sama sekali. Tanda keadaan fisik penyandang berkebutuhan khusus yang kurang
mampu mengkoordinasi gerak antara lain: kurang mampu koordinasi sensori motor,
melakukan gerak yang tepat dan terarah, serta menjaga kesehatan.
- Dampak Psikologis
Dampak psikologis timbul berkaitan
dengan kemampuan jiwa lainnya, karena keadaan mental yang labil akan menghambat
proses kejiwaan dalam tanggapannya terhadap tuntutan lingkungan. Kekurangan
kemampuan dalam penyesuaian diri yang diakibatkan adanya ketidaksempurnaan
individu, akibat dari rendahnya ”self esteem” dan dimungkinkan
adanya kesalahan dalam pengarahan diri (self direction).
- Dampak Sosiologis
Dampak sosiologis timbul karena
hubungannya dengan kelompok atau individu di sekitarnya, terutama keluarga dan
saudara-saudaranya. Kehadiran anak berkebutuhan khusus di keluarga menyebabkan
berbagai perubahan dalam keluarga. Keluarga sebagai suatu unit sosial di
masyarakat dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus merupakan musibah,
kesedihan, dan beban yang berat. Kondisi itu termanifestasi dengan reaksi yang
bermacam-macam, seperti : kecewa, shock, marah, depresi, rasa bersalah dan
bingung. Reaksi yang beraneka ini dapat mempengaruhi hubungan antara anggota
keluarga yang selamanya tidak akan kembali seperti semula.
Pada umumnya, ibu yang mengalami
trauma paling berat dan mendapatkan peran yang terkekang dengan kehadiran anak
berkebutuhan khusus. Peran harus memelihara anak berkebutuhan khusus dibutuhkan
banyak waktu, sehingga banyak tugas lain semakin berkurang. Dengan tumbuhnya
anak berkebutuhan khusus yang semakin besar, muncullah dilemma pada ibu yang
fungsinya sebagai penjaga atau pemelihara dan tugasnya untuk menumbuhkan
kemandirian anak. Semua masalah di keluarga tersebut merupakan dampak
sosiologis yang harus ditanggung oleh keluarga.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Istilah
anak berkebutuhan khusus bukan kata lain dari istilah anak penyandang cacat
tetapi istilah yang lebih luas untuk menggambarkan keadaan anak yang mengalami
hambatan perkembangan dan hambatan belajar termasuk anak-anak penyandang cacat.
Akibat dari itu mereka memerlukan layanan khusus dalam pendidikan.
Anak
berkebutuhan khusus meliputi dua kelompok yaitu anak berkebutuhan khusus yang
bersifat temporer dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen. Dilihat
dari sebab-musabab munculnya kebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu karena faktor internal, faktor eksternal dan kombinasi antara faktor
ekternal dan internal.
Anak-anak
yang memiliki hambatan belajar dan hambatan perkembangan (termasuk anak-anak
penyandang cacat) dipandang sebagai anak yang memerlukan layanan khusus dalam
pendidikan (children with speciaional educational needs). Oleh
karaena itu layanan pendidikan anak anak seperti itu tidak harus selalau di
sekolah khusus, tetapi dapat dilayani di sekolah biasa sepanjang hambatan
belajarnya dan kebutuhannya dapat dilayani.
B.
Saran
Alangkah
baiknya jika seluruh pihak yang terlibat dapat merubah cara pandang serta
meningkatkan pengembangan Pendidikan kebutuhan khusus bagi Anak Berkebutuhan
Khusus. Dari penjelasan tentang anak berkebutuhan khusus (abk) diatas tadi,
setidaknya kita sudah mengetahui sedikit tentang keadaan anak berkebutuhan
khusus (abk) itu. Semoga dengan sedikit pengetahuan tentang konsep ABK ini kita
bisa merubah cara pandang kita yang kurang baik dan bisa mengingatkan dalam
rangka fastabiqul khoirot.