Sabtu, 21 Oktober 2017

MAKALAH ADVOKASI dan BANTUAN HUKUM

A.    DALAM PERKARA PIDANA
Upaya hukum dalam perkara pidana menurut Syarifudin Pettenasse adalah  alat untuk melawan putusan pengadilan (vonis) apabila terdakwa atau penuntut umum tidak menerima putusan pengadilan.[1] Kemudian lilik mulyadi mengatakan, bahwa upaya hukum adalah hak terdakwa atau penutut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan.[2]
Adapun dalam perkara perdata, upaya hukum adalah suatu usaha bagi setiap individu atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam undang-undang.[3] Jadi, upaya hukum adalah usaha untuk memperbaiki kekeliruan dalam suatu keputusan hakim dalm rangka memperoleh kebenaran dan keadilan.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana membedakan upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa diatur dalam bab XVII pada pasal 223 -258 KUHAP, sedangkan upaya hukum luar biasa diatur dalam bab XVIII pada pasal 259-269 KUHAP.
1.      Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, yaitu bagian ke satu tentang pemeriksaan banding, dan ke dua tentang pemeriksaan kasasi.
a.       Pemeriksaan tingkat banding
Hak terdakwa atau penuntut umum untuk memohon pemeriksaan banding ini dasarnya telah disebutkan dalam pasal 26 ayat ke 1 dan 2 undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi:
1)      Putusan pengadilan timgkat pertama dapat dimintalkan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
2)      Putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum , dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukn lain.
Pemeriksaan tingkat banding ini pada dasarnya adalah pemeriksaan ulangan dari pemeriksaan oleh pengadilan negeri. Dengan demikian, memeriksa kembali semua fakta-fakta yang ada tanpa para pihak, sehingga pengadilan timggi sering disebut judex factie.
Permohonan banding (terdakwa atau pengacara atau penuntut umum) ditujukan kepada pengadilan tinggi melalui panitra pengadilan negeri yang memutus perkaranya akan diajukan dalam tenggang waktu 7 hari setelah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (pasal 233 ayat 2 KUHAP).
a.       Pemeriksaan Tingkat Kasasi
Dalam penjelasan umum alinia terakhir ditegaskan, KUHAP memuat pula hukum acara pidana Mahkamah Agung setelah dicabutnya undang-undang Mahkamah Agung nomor 1 tahun 1951 oleh undang-undang nomor 13 tahun 1965. Berarti pemeriksaan perkara pidana oleh Mahkamah Agung pada peradilan kasasi mempergunakan ketentuan yang diatur dalam KUHAP sebagai hukum acara, seperti yang diatur dalam bagian ke dua bab XVII, dari pasal 244-258.
Kasasi menurut R Soesilo adalah jalan hukum untuk melawan keputusan hakim tingkat tertinggi yaitu keputusan yang tidak dapat dimintakan banding, baik karena memang tidak diperbolehkan oeh undang-undang, maupun karena kesempatan banding itu telah digunakan.[4]
Pemerikaan kasasi ini diatur dalam pasal 244-258 KUHAP. Ketentuan yang menjadi dasar kasasi adalah undang-undang nomor 4 tahun 2004 pada pasal 11 ayat 2 huruf a yang berbunyi: mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan disemua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain.
Pemeriksaan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitra pengadilan yang telah memutus perkaranya  dalam tingkat pertama, dalam waktu 14 hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa atau penuntut umum. Permohonan harus disampaikan dalam waktu 14 hari setelah pemberitahuan putusan.
Sebagai contoh misalnya, putusan pengadilan tinggi diberitahukan kepada terdakwa pada tanggal 1 februari. Berarti tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi adalah 14 hari dri tanggal pemberitahuan putusan tersebut. Jadi batas terakhir bagi terdakwa mengajukan permohonan kasasi, jatuh pada tanggal 15 februari. Lewat dari batas waktu tersebut berakibat” gugur hak” terdakwa mengajukan permohonan kasasi.
1.      Upaya Hukum Luar Biasa
a.       Kasasi demi kepentingan hukum
Kasasi demi kepentingan hukum dalam KUHAP telah diatur dalam pasal 259-262 KUHAP. Dalam pasal 259 ayat 1 KUHAP berbunyi demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.
Selanjutnya Soedirjo pernah mengatakan, bahwa kasasi luar biasa sebagaimana kasasi biasa dijalankan untuk melayani peradilan kasasi agar semua hukum diterapkan secara benar dan tepat dengan demkian menjamin adanya kesatuan dalam peradilan, karena ada kemungkinan bahwa para hakim yang bermacam-macam itu menafsirkan hukum yang dipakai berbeda beda sehingga tidak bermanfaat bagi kebaikan kesatuan hukum dalam Negara.
Kasasi demi kepentingan hukum dengan tegas dikatakan tidak boleh merugikan pihak yang berepentingan, sebab tujuan ketentuan tersebut agar konsistensi hukum dapat dipertahankan dan tidak menjadi preseden yang buruk yang kemungkinan akan diikuti. Jadi semuannya untuk hukum dan bukan hukuman untuk terdakwa.
Kasasi demi kepentimgam hukum hanya diperbolehkan satu kali saja. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa kesalahan hanya dapat diperbaiki satu kali saja. Salah atau tidak salah putusan Mahkamah Agung, tidak menjadi masalah lagi.
Tenggang waktu pengajuan pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum yang diatur dalam pasal 259-262 KUHAP tidak menyinggung masalah waktu.
b.      Peninjauan kembali keputuan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
Upaya hukum tersebut telah diatur dalam pasal 263-269 KUHAP. Dalam pasal 263 ayat 1 KUHAP ditentukan yang mengajukan permohonan peninjauan kembali adalah (1) terpidana dan (2) ahli warisnya. Putusan pengadilan yang dapat diajukan permintaan peninjauan kembali adalah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.

B.     DALAM  PERKARA PERDATA
Dalam perkara perdata upaya hukum yang dipergunakan jika pengadilan telah memutus perkara penggugat dan tergugat, ternyata pihak yang kurang puas atas keputusan pengadilan tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Verzet atau perlawanan
2.      Banding
3.      Kasasi
4.      Bantahan pihak ke tiga (derden verzet)
5.      Peninjauan kembali (request civiel)
Pada butir 1, 2 dan 3 disebut upaya hukum biasa sedangkan pada butir 4 dan 5 disebut upaya hukum luar biasa.
1)      Verzet (perlawanan)
Verzet merupakan upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya tergugat (verstek) (pasal 125 ayat 3, pasal 129 HIR atau pasal 149 ayat 3, pasal 153 RBg). Dalam praktik, putusan verstek baru dapat dijatuhkan jika tergugat setelah dipanggil dengan patut untuk kedua kali, bahkan untuk ketiga kalinya dipanggil dengan patut  tergugat tidak juga datang maka, dijatuhkan putusan verstek.
2)      Banding
Banding artinya pemeriksaan ulangan oleh pengadilan tinggi atas putusan pengadilan negeri atau pengadilan agama. Jadi banding ( appel) adalah pemeriksaan ulangan yang dilakukan oleh pengadilan tinggi terhadap putusan pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri atau pengadilan agama) atas permohonan pihak yang berkepentingan penggugat atau tergugat.
3)      Kasasi
Kasasi artinya pembatalan putusan oleh mahkamah agung jadi kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terakhir.
Upaya hukum kasasi dilaksanakan oleh mahkamah agung RI sebagai lembaga yang berwenang dan bertugas untuk memeriksa dan memutus permohonn kasasi terhadap putusan pengadilan yang sudah tidak dapat lagi dimintakan pemeriksaan ulangan ke pengadilan yang lebih tinggi atau tingkat banding.
4)      Bantahan Pihak Ke tiga (derden verzet)
Derden verzet merupakan bantahan atau perlawanan pihak ke tiga terhadap subjek pihak-pihak yang terdapat dalam suatu perkara yang telah diputus yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pihak ke tiga yang mengajukan derden verzet tersebut disebut dengan “ pelawan atau pembantah yang berhadapan dengan para pihak semula, yaitu penggugat dan tergugat yang kemudian berkedudukan sebagai “ terlawan atau terbantah” yakni pihak penggugat semula menjadi “terlawan atau terbantah 1” dan pihak tergugat semula mejadi “terlawan atau terbantah 2”.
5)      Peninjauan Kembali
Dalam perundang-undangan nasional, istilah peninjauan kembali telah diatur dalam pasal 24 undang undang nomor 48 tahun2009 tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi: (1) terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-phak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. (2) terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.










DAFTAR PUSTAKA
Syarifuddin Pettenasse,Hukum Acara Pidana,Palembang:Universitas Sriwijaya,1977;hlm.223.
Lilik Mulyadi ,Hukum Acara Pidana Suata Tinjauan Khusus terhadap Surat Dakwaan,Eksepsi dan Putusan Peradilan,Bandung:Citra Aditya Bakti,1996,hlm.223.
H.A.Mukti Arto ,Praktik Perkara Perdata pada Pengadilan Agama,Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2005,Edisi Refisi,Cet.VI,hlm.279.
R.Soesilo,Hukum Acara Pidana,Bogor:Politeia,1982,hlm.134.






[1] Syarifuddin Pettenasse,Hukum Acara Pidana,Palembang:Universitas Sriwijaya,1977;hlm.223.

[2]Lilik Mulyadi ,Hukum Acara Pidana Suata Tinjauan Khusus terhadap Surat Dakwaan,Eksepsi dan Putusan Peradilan,Bandung:Citra Aditya Bakti,1996,hlm.223.

[3] H.A.Mukti Arto ,Praktik Perkara Perdata pada Pengadilan Agama,Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2005,Edisi Refisi,Cet.VI,hlm.279.
[4] R.Soesilo,Hukum Acara Pidana,Bogor:Politeia,1982,hlm.134.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar