Sabtu, 21 Oktober 2017

MAKALAH AKHLAK TASAWUF AKHLAK AR-RIFQU Dan AKHLAK AL_MAKAR

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk Allah yang paling istimewa, dibanding dengan yang lainnya, karena manusia dijadikan dengan sebaik-baik bentuk dan juga dibekali dengan akal pikiran agar dapat menjadi khalifah di bumi ini, sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya: ”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sesungguhnya aku hendak menjadikan seoerang khalifah di muka bumi............”.(QS. Al-Baqoroh ayat 30).

Dengan berbekal akal pikiran yang dimiliki manusia, manusia akan dapat mendudukkan dirinya sesuai dengan status yang semestinya sebagai makhluk Allah. Dan juga agar dapat memanfaatkan segala apa yang ada di muka bumi ini untuk memenuhi kebutuhannya.
Untuk menjadikan semua itu, dan agar manusia tidak akan hanya mengikuti keinginan hawa nafsunya, maka Allah memberikan tuntutan melalui ajaran-ajaran yang diwahyukan kepada para Rosul-Nya, untuk mengatur berbagai tata kehidupan manusia. Di antaranya adalah tingkah laku, atau dikenal dengan istilah akhlak.
Dengan itu, manusia akan dapat memelihara dirinya dari perbuatan-perbuatan yang akan dapat merusaknya, karena dalam ajaran-ajaran tentang akhlak manusia akan dapat mengetahui bagaimana harus berhubungan dengan khaliqnya dengan sesama manusia, dan dengan makhluk-Nya yang lain.
Berkenaan dengan hal diatas, maka pada kesempatan ini penulis akan membahas mengenai akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah, yang akan penulis uraikan pada bab selanjutnya.

B.     BATASAN MASALAH
Untuk mempermudah pokok pembahasan yang akan penulis uraikan pada bab selanjutnya, maka penulis merasa perlu untuk memberi batasan masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini , adapun makalah ini nantinya hanya akan membahas  dua perasalahan yakni tentang Ar-Rifqu dan Al-Makru.

C.    RUMUSAN MASALAH
         1.         Apa yang dimaksud dengan akhlak?
         2.         Apa yang dimaksud dengan akhlak mahmudah dan akhlak mazmummah?
         3.         Apa yang dimaksud dengan Akhlak Ar-Rifqu?
         4.         Apa yang dimaksud dengan Akhlak Al-Makru?

D.    TUJUAN PENULISAN
         1.         Untuk mengetahui yang dimaksud dengan akhlak.
         2.         Untuk mengetahui  yang dimaksud dengan akhlak mahmudah dan akhlak mazmummah.
         3.         Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Akhlak Ar-Rifqu.
         4.         Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Akhlak Al-Makru.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN AKHLAK
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari kata khuluqun, yang menurut bahasa  berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.[1] Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun  yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta, demikian pula dengan mukhluqun yang mempunyai arti yang di ciptakan.[2]
Selanjutnya, menurut Abdullah Dirroz,  perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat sebagai berikut:
         1.         Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan
         2.         Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah.
Kata akhlak di sini juga mengandung persesuaian dengan kata         artinya kejadian yang juga erat hubungannya dengan   yang berarti pencipta, demikian juga dengan kata yang berarti yang diciptakan. Perumusan ini dapat diambil pengertian bahwa akhlak sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.[3]
Menurut pengertian terminologi, akhlak didefinisikan oleh Ahmad Amin sebagai kebiasaan kehendak, yang berarti bila kehendak itu dibiasakan, maka kebiasaan itu akan disebut sebagai akhlak.[4]
Pengertian di atas, perlu dijelaskan yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Sedang untuk mengerjakannya mempunyai dua syarat : Pertama ; ada kecenderungan hati kepadanya ; Kedua, ada pengulangan yang cukup banyak ; sehingga mudah mengerjakannya tanpa memerlukan fikiran lagi. Sedangkan yang dimaksud dengan kehendak adalah menangnya keinginan manusia setelah dia bimbing. Proses terjadinya melalui ; Pertama, timbul keinginan setelah adanya stimulan-stimulan melalui indra-indranya, Kedua ; timbul kebimbangan mana yang harus dipilih di antara keinginan-keinginan yang banyak itu ; Ketiga; mengambil keputusan, menentukan keinginan yang dipilih di atara keinginan-keinginan tersebut.[5]
Jadi, pengertian akhlak dapat disimpulkan sebagai kehendak jiwa manusia, (tanpa adanya paksaan dan tekanan maupun bujukan) yang dapat menimbulkan perbuatan dengan mudah dan gampang karena sudah dibiasakan dan dilakukan berulang-ulang, sehingga sewaktu-waktu perbuatan itu akan muncul tanpa memerlukan pertumbuhan dan pemikiran terlebih dahulu.

B.     AKHLAK MAHMUDAH DAN AKHLAK MAZMUMAH
Ada dua penggolongan akhlak secara garis besar diantaranya adalah sebagai berikut:
A.    Akhlak mahmudah
B.     Akhlak madzmumah.
Dikalangan tasawuf kita mengenal sistem pembinaan mental, dengan istilah, Takhalili, tahalilidan tajalili. Takhalli  adalah mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, karena sifat-sifat tercela itulah dapat mengotori jiwa manusia. Dan tahalli adalah  mengisi jiwa (yang telah kosong dari sifat-sifat tercela) dengan sifat-sifat yang terpuji (mahmudah).
Jadi, dalam rangka pembinaan mental, pensucian jiwa hingga dapatberada dekat denganTuhan, maka pertama kali yang dilakukan adalah pengosongan atau pembersihan jiwa dari sifat-sifat tercela. Setelah itu, jiwa yang kosong diisikan dengan sifat-sifat yang terpuji, hingga akhirnya sampailah pada tingkat berikutnya dengan apa yang disebut dengan tajalli, yaitu tersingkapnya tabir sehingga diperoleh pancaran Nur Illahi.[6]
Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah segala macam  sikap dan tingkah laku yang baik (yang terpuji). Sebaliknya segala macam sikap dan tigkah laku yang tercela disebut dengan akhlak mazmumah. Oleh karena itu, sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa sikap dan tingkah laku yang lahir adalah merupakan cermin atau gambaran daripada  sifat atau kelakuan batin.[7]

C.    AKHLAK AR-RIFQU(LEMAH LEMBUT)
         1.         Pengertian Ar-Rifqu
Ar-Rifq adalah sifat lemah lembut di dalam berkata dan bertindak serta memilih untuk melakukan cara yang paling mudah. (Fathul Bari syarh Shahih Al Bukhari)[8]
Sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk berhias dengan sifat yang sangat mulia tersebut, karena ia merupakan bagian dari sifat-sifat yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dengannya pula merupakan sebab seseorang dapat meraih berbagai kunci kebaikan dan keutamaan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki sifat lemah lembut, maka ia tidak akan bisa meraih berbagai kebaikan dan keutamaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal ini kepada ‘Aisyah-istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ
 “Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut yang mencintai kelembutan dalam seluruh perkara.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Sebagaimana disebutkan pula dalam sebuah hadits:
مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ
“Orang yang dijauhkan dari sifat lemah lembut, maka ia dijauhkan dari kebaikan.”(HR.Muslim)[9]
         2.         Keutamaan sifat Ar-Rifq
Sebagaimana telah diterangkan diatas bahwa sifat Ar-Rifq (lemah lembut) merupakan sifat yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan juga dengannya akan bisa meraih segala kebaikan dan keutamaan. Dengannya pula akan melahirkan sikap hikmah, yang juga merupakan sikap yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam berkata dan bertindak.
Dikisahkan dalam sebuah hadits bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk-duduk bersama para shahabat radhiyallahu ‘anhum di dalam masjid. Tiba-tiba muncul seorang ‘Arab badui (kampung) masuk ke dalam masjid, kemudian kencing di dalamnya. Maka, dengan serta merta, bangkitlah para shahabat yang ada di dalam masjid, menghampirinya seraya menghardiknya dengan ucapan yang keras. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka untuk menghardiknya dan memerintahkan untuk membiarkannya sampai orang tersebut menyelesaikan hajatnya. Kemudian setelah selesai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta untuk diambilkan setimba air untuk dituangkan pada air kencing tersebut. (HR. Al Bukhari)
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil ‘Arab badui tersebut dalam keadaan tidak marah ataupun mencela. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallampun menasehatinya dengan lemah lembut:
Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk membuang benda najis (seperti kencing, pen) atau kotor. Hanya saja masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al Qur’an.” (HR. Muslim)
Melihat sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang demikian lembut dan halusnya dalam menasehati, timbullah rasa cinta dan simpati ‘Arab badui tersebut kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia pun berdoa: “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami berdua.” Mendengar doa tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa dan berkata kepadanya:
“Kamu telah mempersempit sesuatu yang luas (rahmat Allah).” (HR. Al Bukhari dan yang lainnya)
(Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa doa Arab badui tersebut diucapkan sebelum ia buang air kecil. Wallahu a’lam)
Betapa hati manusia itu pada asalnya, adalah cenderung kepada sikap yang lembut dan tidak kasar. Betapa indah dan lembutnya cara pengajaran dari tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap seorang yang belum mengerti.
Dengan sikap hikmah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akhirnya melahirkan rasa simpati dan membuka mata hati Arab badui tersebut dalam menerima nasehat. Berbeda halnya tatkala perbuatannya tersebut disikapi dengan kemarahan, yang akhirnya melahirkan sikap ketidaksukaan. Hal ini bisa dilihat dari perkataannya: “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami berdua.”
Selalu memberikan kemudahan kepada orang lain dan tidak mau mempersulit urusan merupakan ciri khas akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kata beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِيْنَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِيْنَ
Hanya saja kalian diperintah untuk memudahkan dan bukan untuk mempersulit.” (HR.Al Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyatakan:
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ

Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi mencintai kelembutan. Dia memberikan pada sifat kelembutan yang tidak diberikan kepada sifat kekerasan, dan tidak pula diberikan kepada sifat-sifat yang lainnya.” (HR. Muslim)
Hadits ini mengandung makna keutamaan sifat lemah lembut, anjuran untuk berakhlak dengannya, serta tercelanya sifat kasar dan keras. Sesungguhnya sifat lemah lembut merupakan sebab untuk meraih segala kebaikan.
Makna lafazh hadits, “Dia (Allah subhanahu wa ta’ala, pen) memberikan sesuatu pada sifat lemah lembut yang tidak diberikan kepada sifat kekerasan“, yakni bahwa dengan sifat lemah lembut tersebut, seseorang dapat melakukan perkara-perkara yang tidak akan bisa dilakukan dengan sifat yang menjadi lawannya yaitu sifat keras dan kasar. Ada yang mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan pahala pada sifat lemah lembut, yang tidak diberikan pada sifat yang lainnya.
Dengan sifat lemah lembut yang ada pada diri seseorang, dapat menyelamatkannya dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan:
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَنْ يَحْرُمُ عَلَى النَّارِ أَوْ بِمَنْ تَحْرُمُ عَلَيْهِ النَّارُ عَلَى كُلِّ قَرِيبٍ هَيِّنٍ سَهْلٍ
Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang yang diharamkan dari neraka atau neraka diharamkan atasnya? Yaitu atas setiap orang yang dekat (dengan manusia), lemah lembut, lagi memudahkan.” (HR. Tirmidzi)[10]





         3.         Ar-Rifq merupakan sifat yang harus dimiliki oleh setiap muslim, terkhusus seorang da’i
Termasuk diantara akhlak-akhlak yang harus dimiliki oleh seorang da’i yang berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala adalah bersikap lapang dada, menampakkan wajah yang ceria dan bersikap lemah lembut kepada saudaranya sesama muslim.
Sifat tersebut akan mendorong untuk lebih mudah diterimanya dakwah seseorang tatkala ia menyeru ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala.
Bahkan terhadap orang kafir tertentu, terkadang perlu untuk bersikap lemah lembut dalam rangka melembutkan hati mereka untuk tertarik masuk ke dalam Islam. Telah diketahui bahwasanya Islam adalah sebuah agama yang ringan dan mudah bagi pemeluknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ
Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah. Setiap orang yang berusaha mempersulitnya pasti akan kalah. Maka bersikap luruslah, mendekatlah kepada kesempurnaan, dan berilah kabar gembira, serta ambillah sebuah kesempatan pada pagi hari, petang serta sebagian dari malam.” (HR. Al Bukhari)

Islam juga memerintahkan kepada pemeluknya untuk bermuamalah dengan sifat lemah lembut kepada sesama manusia, dan bahkan terhadap binatang ternak sekalipun. Sebagaimana dalam hadits:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah mewajibkan untuk berbuat baik atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya (ketika hendak menyembelih), dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim)

Ketika seorang mukmin telah berhias dengan kelemahlembutan, maka akan membuahkan pada dirinya sikap kasih sayang kepada orang lain, dan akan melahirkan pada diri orang lain sikap kecintaan dan keridhaan, serta menumbuhkan sikap segan dari pihak lawan kepada dirinya. Sebaliknya, dengan sikap keras, kaku dan kasar akan membuat lari dan menjauhnya manusia, dan semakin mengobarkan api kebencian dari orang-orang yang menanam benih kebencian kepada dirinya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenyatakan:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya sifat lemah lembut tidaklah berada pada sesuatu kecuali akan membuat indah sesuatu tersebut dan tidaklah sifat lemah lembut dicabut dari sesuatu kecuali akan membuat sesuatu tersebut menjadi buruk.” (HR. Muslim)

Kesimpulannya adalah sepantasnya bagi seorang da’i untuk menghiasi dirinya dengan sifat Ar-Rifq didalam memerintahkan kepada perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang dari yang mungkar.
Namun, yang perlu diperhatikan bahwa sifat Ar-Rifq tidaklah menunjukkan kelemahan atau ketidaktegasan seseorang dalam berkata dan bertindak. Bahkan dalam sifat Ar-Rifq sendiri, sebenarnya telah mengandung sikap tegas dalam amar ma’ruf nahi munkar (memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran). Dan tidaklah sikap tegas itu identik dengan sikap keras atau kasar. Dalam keadaan tertentu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap tegas dan keras. Diantara contohnya:
-          Celaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan memanjangkan sholat tanpa memperhatikan keadaan orang-orang yang berma’mum. (HR. Al Bukhari)
-          Sikap keras beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang makan menggunakan tangan kiri ketika diperintah untuk makan menggunakan tangan kanan. (HR. Muslim)
-          Perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Celaka kamu” terhadap orang yang berlambat-lambat melaksanakan perintah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menaiki unta. (HR. Al Bukhari)
-          Kerasnya sikap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang (laki-laki) yang memakai cincin emas, setelah ia tahu bahwa perkara itu adalah perkara yang diharamkan. (HR. Muslim)
         4.         Sifat Ar-Rifq dalam menghadapi kerasnya problem kehidupan
Dan diantara pedoman dan kaidah syar’i yang harus dipegang teguh dalam menghadapi kerasnya problem (fitnah) dalam kehidupan adalah hendaknya kita menghadapinya dengan sifat Ar-Rifq (lemah lembut), At-Ta’anni (tidak tergesa-gesa), dan Al Hilm (santun).
Maka hendaknya kita bersikap lemah lembut dan tenang/tidak tergesa-gesa dalam segala urusan dan janganlah menjadi orang yang mudah marah. Janganlah kita menjadi orang yang tidak mempunyai sifat ar-rifq, karena dengan sifat ar-rifq selamanya tidaklah akan membuat seseorang itu menyesal, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Tidaklah sifat ar-rifq tersebut berada dalam suatu perkara kecuali akan memperindahnya.[11]

D.    AKHLAK AL-MAKRU/ MAKAR ( PENIPUAN)
Al-Makru, istilah yang sudah ada sejak dahulu kala. Namun kita masih banyak yang belum tahu apa sebenarnya Al-Makru itu. Bagaimana Al-Makru dalam pandangan Islam. Yang kita tahu hanya sebatas Al-Makru sebagai tindak kejahatan. Atau hanya ayat-ayat Al Quran yang sering kita dengar, belum tahu pasti makna yang sesungguhnya. [12]
Dalam Al Quran surat Al Imran ayat 54, Al-Makru/makar diartikan tipu daya. Maksudnya tipu daya yang dilakukan oleh orang-orang kafir atau suatu kelompok untuk menghancurkan Islam. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memperlancar niat buruknya. Diantaranya dengan cara menyebarkan fitnah, menebar kebencian, mengadu domba, melakukan kekacauan. Tidak berbeda jauh dengan kata tipu muslihat yang sering kita dengar di Indonesia.
Ayat yang menjelaskan tentang Al-Makru, terdapat dalam surat Al Imran/ surat ke 3  ayat 54. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.

Ayat lain yang berkaitan dengan Al-Makru yaitu firman Allah Swt:

 
وَقَدْ مَكَرَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلِلّهِ الْمَكْرُ جَمِيعاً يَعْلَمُ مَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ وَسَيَعْلَمُ الْكُفَّارُ لِمَنْ عُقْبَى الدَّارِ
Dan sungguh orang-orang kafir yang sebelum mereka (kafir Mekah) telah mengadakan tipu daya, tetapi semua tipu daya itu adalah dalam kekuasaan Allah. Dia mengetahui apa yang diusahakan oleh setiap diri, dan orang-orang kafir akan mengetahui untuk siapa tempat kesudahan (yang baik) itu.(13:42)

Dalam kitab atau buku yang menjelaskan tentang sejarah Islam, disana kita dapat menemukan, bagaiman usaha orang-orang kafir selalu menghalangi dakwah Rasulullah dan para sahabat. Mengancam, mengusir, menakut-nakuti, menciptkan fitnah kesana kemari, bahkan akan membunuhnya. Rasulullah mau dibunuh ditempat tidurnya, Bilal yang disiksa habis-habisan, dan lain sebagainya. Itulah beberapa bentuk Al-Makru yang sering dilakukan oleh kaum kafir pada zaman Nabi.
Dan sungguh orang-orang kafir yang sebelum mereka (kafir Mekah) telah mengadakan tipu daya, tetapi semua tipu daya itu dalam kekuasaan Allah Allah. Dia mengetahui apa yang diusahakan oleh setiap diri, dan orang-orang kafir akan mengetahui untuk siapa tempat kesudahan itu (QS al-Ra'd 13: 42)
Dalam Q.s al-An’am Ayat 124. Allah swt telah memperingatkan akan adanya Al-Makru/ Makar:

 
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا وَمَا يَمْكُرُونَ إِلَّا بِأَنْفُسِهِمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan Al-Makru dalam negeri itu. dan mereka tidak berbuat Al-Makru melainkan kepada dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.

Hal ini akan lebih jelas ketika kita perhatikan sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam. الحَرْبُ خُدْعَةٌ  Perang adalah tipuan  (Shahih Bukhari No. 3030, Shahih Muslim No.1740
Dari hadits diatas, kata Al-Makru semakna dengan Khud ah. Yakni tipu daya seperti pada ayat di atas. Yang perlu diketahu juga. Yang melakukan Al-Makru bukan hanya orang kafir, akan tetapi bisa juga seorang Muslim melakukan Al-Makru terhadap saudaranya. Seperti yang dilakukan Abdullah Bin Ubay yang membelot pada peperangan.
Dalam hadits lain juga dijelaskan. Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda: اَلْمَكْرُ وَالْخَدِيْعَة وَالْخِيَانَة فِي النَّارِ Rencana jahat, tipudaya dan khianat, tempatnya di neraka (HR al-Hakim).
Tidak ada seorangpun yang memperdaya (membuat tipu daya) bagi penduduk Madinah kecuali dia akan binasa sebagaimana binasanya garam yg larut dalam air. (HR. Bukhari No.1744)
Maka siapa saja yang melakukan tindakan Al-Makru, hukumnya dilarang. Baik kafir atau mukmin. Al-Makru merupakan perbuatan yang sangat kejam, merugikan dan membahayakan nyawa orang lain. Al-Makru dilakukan oleh orang yang punya niat jahat dengan tujuan tertentu.[13]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
         1.         Dari berbagai pengertian akhlak dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwasannya  sebagai kehendak jiwa manusia, (tanpa adanya paksaan dan tekanan maupun bujukan) yang dapat menimbulkan perbuatan dengan mudah dan gampang karena sudah dibiasakan dan dilakukan berulang-ulang, sehingga sewaktu-waktu perbuatan itu akan muncul tanpa memerlukan pertumbuhan dan pemikiran terlebih dahulu.
         2.         Ada dua penggolongan akhlak secara garis besar yakni: Akhlak mahmudah dan Akhlak madzmumah.
         3.         Ar-Rifq adalah sifat lemah lembut di dalam berkata dan bertindak serta memilih untuk melakukan cara yang paling mudah.  Sifat Ar-Rifq (lemah lembut) merupakan sifat yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan juga dengannya akan bisa meraih segala kebaikan dan keutamaan. Dengannya pula akan melahirkan sikap hikmah, yang juga merupakan sikap yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam berkata dan bertindak.
         4.         Dalam Al Quran surat Al Imran ayat 54, Al-Makru/makar diartikan tipu daya. Maksudnya tipu daya yang dilakukan oleh orang-orang kafir atau suatu kelompok untuk menghancurkan Islam. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memperlancar niat buruknya. Diantaranya dengan cara menyebarkan fitnah, menebar kebencian, mengadu domba, melakukan kekacauan.
         5.         Tindakan Al-Makru, hukumnya dilarang. Baik kafir atau mukmin.

B.     Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahawasannya dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis sangat berharap rekan-rekan sekalian dapat memberikan masukan berupa kritik atau saran yang sifatnya membangun, guna perbaikan makalah ini kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. 1991. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta : Bulan Bintang.
Djatmiko, Rachmat. 1992. Sistem Etika Islam, Jakarta : Pustaka Paji Mas
Mustofa, Ahmad. 2007. Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia.
Thoha, Chabib, dkk. 1999. Metodologi Pengajaran Agama, Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo bekerjasama dengan pustaka Pelajar.
Ya’kub, Hamzah. 1983. Etika Islam, Bandung : Diponegoro.
Aden Zaied Alfarobi. Pengertian Makar Dalam Pandangan Islam. diakses  melalui http://www.vianeso.com/2016/12/pengertian-makar-dalam-pandangan-islam.html pada tanggal 30 Sept 2017 Pukul 16:15 WIB
Admin, 2010, Ar-Rifq Sifat Lemah Lembut, diakses melalui http://buletin-alilmu.net/2010/03/10/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasan-seorang-muslim/ pada tanggal 30 Spet 2017 Pukul 16.00 WIB









KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah Akhlak Tasawuf  ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas mengenai “Akhlak Ar-Rifqu dan Akhlak Al-Makru”.
Penulis mengucapkan banyak terimah kasih kepada bapak dosen atas segala arahan dan bimbingan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat kepada pembaca dan utamanya kepada  penulis sendiri. Penulis menyadari, bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan kemampuan dari penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna  penyempurnaan makalah ini.



Bengkulu,   Oktober 2017


Penyusun















ii
 
 



DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL .............................................................................................  i
KATA PENGANTAR ..........................................................................................  ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................  iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ..................................................................................................  1
B.     Batasan Masalah................................................................................................. 1
C.     Rumusan Masalah ..............................................................................................  2
D.    Tujuan  Penulisan................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akhlak .............................................................................................  3
B.     Akhlak Mahmudah dan Akhlak Mazmumah...................................................... 4
C.     Akhlak Ar-Rifqu................................................................................................. 5
D.    Akhlak Al-Makru............................................................................................... 11

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ....................................................................................................... 14
B.     Saran ................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA







[1] Drs. H. Hamzah Ya’kub, Etika Islam, Bandung : Diponegoro, 1983, hlm.11
[2] Ahmad Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2007, hal. 11.
[3] Drs. Djasuri ”Pengajaran Akhlak” dalam Drs. Chabib Thoha, dkk., ( Tiem Perumus ), Metodologi Pengajaran Agama, Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo bekerjasama dengan pustaka Pelajar, 1999, hlm. 109-110.
[4] Prof. Dr. Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta : Bulan Bintang, 1991, hlm. 63.
[5] Prof. Dr. H. Rachmat Djatmiko, Sistem Etika Islam, Jakarta : Pustaka Paji Mas, 1992, hlm.27-28.
[6] Ahmad Mustofa, Ibid,  hal 197
[7] Ibid, hal 198
[8] Admin, 2010, Ar-Rifq Sifat Lemah Lembut, diakses melalui http://buletin-alilmu.net/2010/03/10/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasan-seorang-muslim/ pada tanggal 30 Spet 2017 Pukul 16.00 WIB
[9] Admin, 2010, Ar-Rifq Sifat Lemah Lembut, diakses melalui http://buletin-alilmu.net/2010/03/10/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasan-seorang-muslim/ pada tanggal 30 Spet 2017 Pukul 16.00 WIB
[10] Admin, 2010, Ar-Rifq Sifat Lemah Lembut, diakses melalui http://buletin-alilmu.net/2010/03/10/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasan-seorang-muslim/ pada tanggal 30 Spet 2017 Pukul 16.00 WIB

[11] Admin, 2010, Ar-Rifq Sifat Lemah Lembut, diakses melalui http://buletin-alilmu.net/2010/03/10/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasan-seorang-muslim/ pada tanggal 30 Spet 2017 Pukul 16.00 WIB
[12] Aden Zaied Alfarobi. Pengertian Makar Dalam Pandangan Islam. diakses  melalui http://www.vianeso.com/2016/12/pengertian-makar-dalam-pandangan-islam.html pada tanggal 30 Sept 2017 Pukul 16:15 WIB
[13] Aden Zaied Alfarobi. Pengertian Makar Dalam Pandangan Islam. diakses  melalui http://www.vianeso.com/2016/12/pengertian-makar-dalam-pandangan-islam.html pada tanggal 30 Sept 2017 Pukul 16:15 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar