BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Allah telah
menciptakan manusia sebagai makhluk Allah yang paling istimewa, dibanding
dengan yang lainnya, karena manusia dijadikan dengan sebaik-baik bentuk dan
juga dibekali dengan akal pikiran agar dapat menjadi khalifah di bumi ini,
sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya: ”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
malaikat, sesungguhnya aku hendak menjadikan seoerang khalifah di muka bumi............”.(QS.
Al-Baqoroh ayat 30).
Dengan berbekal
akal pikiran yang dimiliki manusia, manusia akan dapat mendudukkan dirinya
sesuai dengan status yang semestinya sebagai makhluk Allah. Dan juga agar dapat
memanfaatkan segala apa yang ada di muka bumi ini untuk memenuhi kebutuhannya.
Untuk
menjadikan semua itu, dan agar manusia tidak akan hanya mengikuti keinginan
hawa nafsunya, maka Allah memberikan tuntutan melalui ajaran-ajaran yang
diwahyukan kepada para Rosul-Nya, untuk mengatur berbagai tata kehidupan
manusia. Di antaranya adalah tingkah laku, atau dikenal dengan istilah akhlak.
Dengan itu,
manusia akan dapat memelihara dirinya dari perbuatan-perbuatan yang akan dapat
merusaknya, karena dalam ajaran-ajaran tentang akhlak manusia akan dapat mengetahui
bagaimana harus berhubungan dengan khaliqnya dengan sesama manusia, dan dengan
makhluk-Nya yang lain.
Berkenaan
dengan hal diatas, maka pada kesempatan ini penulis akan membahas mengenai
akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah, yang akan penulis uraikan pada bab
selanjutnya.
B.
BATASAN MASALAH
Untuk mempermudah pokok pembahasan yang akan penulis uraikan pada
bab selanjutnya, maka penulis merasa perlu untuk memberi batasan masalah yang
akan penulis bahas dalam makalah ini , adapun makalah ini nantinya hanya akan
membahas dua perasalahan yakni tentang
Ar-Rifqu dan Al-Makru.
C. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan akhlak?
2.
Apa yang dimaksud dengan akhlak mahmudah dan akhlak mazmummah?
3.
Apa yang dimaksud dengan Akhlak Ar-Rifqu?
4.
Apa yang dimaksud dengan Akhlak Al-Makru?
D. TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan akhlak.
2.
Untuk mengetahui yang dimaksud
dengan akhlak mahmudah dan akhlak mazmummah.
3.
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Akhlak Ar-Rifqu.
4.
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Akhlak Al-Makru.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AKHLAK
Kata akhlak berasal
dari bahasa Arab, jamak dari kata khuluqun, yang menurut
bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.[1]
Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang
berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang
berarti pencipta, demikian pula dengan mukhluqun yang
mempunyai arti yang di ciptakan.[2]
Selanjutnya, menurut
Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai
manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat sebagai berikut:
1.
Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama,
sehingga menjadi kebiasaan
2.
Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya,
bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari
orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan
yang indah-indah.
Kata akhlak di
sini juga mengandung persesuaian dengan
kata artinya kejadian yang
juga erat hubungannya dengan yang berarti pencipta, demikian
juga dengan kata yang berarti yang diciptakan. Perumusan ini dapat diambil
pengertian bahwa akhlak sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik
antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.[3]
Menurut
pengertian terminologi, akhlak didefinisikan oleh Ahmad Amin sebagai kebiasaan
kehendak, yang berarti bila kehendak itu dibiasakan, maka kebiasaan itu akan
disebut sebagai akhlak.[4]
Pengertian di
atas, perlu dijelaskan yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan
secara berulang-ulang. Sedang untuk mengerjakannya mempunyai dua syarat
: Pertama ; ada kecenderungan hati kepadanya ; Kedua, ada
pengulangan yang cukup banyak ; sehingga mudah mengerjakannya tanpa memerlukan
fikiran lagi. Sedangkan yang dimaksud dengan kehendak adalah menangnya
keinginan manusia setelah dia bimbing. Proses terjadinya melalui
; Pertama, timbul keinginan setelah adanya stimulan-stimulan melalui
indra-indranya, Kedua ; timbul kebimbangan mana yang harus dipilih di
antara keinginan-keinginan yang banyak itu ; Ketiga; mengambil
keputusan, menentukan keinginan yang dipilih di atara keinginan-keinginan
tersebut.[5]
Jadi,
pengertian akhlak dapat disimpulkan sebagai kehendak jiwa manusia, (tanpa
adanya paksaan dan tekanan maupun bujukan) yang dapat menimbulkan perbuatan
dengan mudah dan gampang karena sudah dibiasakan dan dilakukan berulang-ulang,
sehingga sewaktu-waktu perbuatan itu akan muncul tanpa memerlukan pertumbuhan
dan pemikiran terlebih dahulu.
B. AKHLAK MAHMUDAH DAN
AKHLAK MAZMUMAH
Ada dua penggolongan
akhlak secara garis besar diantaranya adalah sebagai berikut:
A. Akhlak mahmudah
B. Akhlak madzmumah.
Dikalangan tasawuf kita
mengenal sistem pembinaan mental, dengan istilah, Takhalili, tahalilidan tajalili. Takhalli adalah
mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, karena
sifat-sifat tercela itulah dapat mengotori jiwa manusia. Dan tahalli adalah mengisi
jiwa (yang telah kosong dari sifat-sifat tercela) dengan sifat-sifat yang
terpuji (mahmudah).
Jadi, dalam rangka
pembinaan mental, pensucian jiwa hingga dapatberada dekat denganTuhan, maka
pertama kali yang dilakukan adalah pengosongan atau pembersihan jiwa dari sifat-sifat
tercela. Setelah itu, jiwa yang kosong diisikan dengan sifat-sifat yang
terpuji, hingga akhirnya sampailah pada tingkat berikutnya dengan apa yang
disebut dengan tajalli, yaitu tersingkapnya tabir sehingga
diperoleh pancaran Nur Illahi.[6]
Sedangkan yang dimaksud
dengan akhlak mahmudah adalah segala macam sikap
dan tingkah laku yang baik (yang terpuji). Sebaliknya segala macam sikap dan
tigkah laku yang tercela disebut dengan akhlak mazmumah. Oleh
karena itu, sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa sikap dan tingkah laku
yang lahir adalah merupakan cermin atau gambaran daripada sifat atau
kelakuan batin.[7]
C. AKHLAK AR-RIFQU(LEMAH
LEMBUT)
1.
Pengertian Ar-Rifqu
Ar-Rifq adalah
sifat lemah lembut di dalam berkata dan bertindak serta memilih untuk melakukan
cara yang paling mudah. (Fathul Bari syarh Shahih Al Bukhari)[8]
Sudah
sepantasnya bagi seorang muslim untuk berhias dengan sifat yang sangat mulia
tersebut, karena ia merupakan bagian dari sifat-sifat yang dicintai oleh
Allah subhanahu wa ta’ala. Dengannya pula merupakan sebab seseorang dapat
meraih berbagai kunci kebaikan dan keutamaan. Sebaliknya, orang yang tidak
memiliki sifat lemah lembut, maka ia tidak akan bisa meraih berbagai kebaikan
dan keutamaan.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan hal ini kepada ‘Aisyah-istri
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ
“Sesungguhnya Allah
adalah Dzat Yang Maha Lembut yang mencintai kelembutan dalam seluruh perkara.”
(HR. Al Bukhari dan Muslim)
Sebagaimana
disebutkan pula dalam sebuah hadits:
مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ
“Orang yang
dijauhkan dari sifat lemah lembut, maka ia dijauhkan dari kebaikan.”(HR.Muslim)[9]
2.
Keutamaan sifat Ar-Rifq
Sebagaimana
telah diterangkan diatas bahwa sifat Ar-Rifq (lemah lembut) merupakan sifat
yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan juga dengannya akan bisa
meraih segala kebaikan dan keutamaan. Dengannya pula akan melahirkan sikap
hikmah, yang juga merupakan sikap yang dicintai oleh Allah subhanahu wa
ta’ala di dalam berkata dan bertindak.
Dikisahkan
dalam sebuah hadits bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sedang duduk-duduk bersama para shahabat radhiyallahu
‘anhum di dalam masjid. Tiba-tiba muncul seorang ‘Arab badui (kampung)
masuk ke dalam masjid, kemudian kencing di dalamnya. Maka, dengan serta merta,
bangkitlah para shahabat yang ada di dalam masjid, menghampirinya seraya
menghardiknya dengan ucapan yang keras. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam melarang mereka untuk menghardiknya dan memerintahkan untuk
membiarkannya sampai orang tersebut menyelesaikan hajatnya. Kemudian setelah
selesai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta untuk
diambilkan setimba air untuk dituangkan pada air kencing tersebut. (HR. Al
Bukhari)
Kemudian
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil ‘Arab badui tersebut
dalam keadaan tidak marah ataupun mencela. Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallampun menasehatinya dengan lemah lembut:
“Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk membuang benda najis
(seperti kencing, pen) atau kotor. Hanya saja masjid itu dibangun sebagai
tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al Qur’an.” (HR.
Muslim)
Melihat sikap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang demikian lembut dan
halusnya dalam menasehati, timbullah rasa cinta dan simpati ‘Arab badui
tersebut kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia pun berdoa:
“Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati
seorangpun bersama kami berdua.” Mendengar doa tersebut
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa dan berkata
kepadanya:
“Kamu telah
mempersempit sesuatu yang luas (rahmat Allah).” (HR. Al Bukhari dan yang lainnya)
(Dalam riwayat
yang lain disebutkan bahwa doa Arab badui tersebut diucapkan sebelum ia buang
air kecil. Wallahu a’lam)
Betapa hati
manusia itu pada asalnya, adalah cenderung kepada sikap yang lembut dan tidak
kasar. Betapa indah dan lembutnya cara pengajaran dari tauladan
kita shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap seorang yang belum
mengerti.
Dengan sikap
hikmah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akhirnya melahirkan rasa
simpati dan membuka mata hati Arab badui tersebut dalam menerima nasehat.
Berbeda halnya tatkala perbuatannya tersebut disikapi dengan kemarahan, yang
akhirnya melahirkan sikap ketidaksukaan. Hal ini bisa dilihat dari
perkataannya: “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau
merahmati seorangpun bersama kami berdua.”
Selalu
memberikan kemudahan kepada orang lain dan tidak mau mempersulit urusan
merupakan ciri khas akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kata
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِيْنَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِيْنَ
“Hanya saja kalian diperintah untuk memudahkan dan bukan untuk
mempersulit.” (HR.Al Bukhari)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga menyatakan:
إِنَّ اللَّهَ
رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى
الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi mencintai
kelembutan. Dia memberikan pada sifat kelembutan yang tidak diberikan
kepada sifat kekerasan, dan tidak pula diberikan kepada sifat-sifat yang
lainnya.” (HR. Muslim)
Hadits ini
mengandung makna keutamaan sifat lemah lembut, anjuran untuk berakhlak
dengannya, serta tercelanya sifat kasar dan keras. Sesungguhnya sifat lemah
lembut merupakan sebab untuk meraih segala kebaikan.
Makna lafazh
hadits, “Dia (Allah subhanahu wa ta’ala, pen) memberikan sesuatu pada
sifat lemah lembut yang tidak diberikan kepada sifat kekerasan“, yakni
bahwa dengan sifat lemah lembut tersebut, seseorang dapat melakukan
perkara-perkara yang tidak akan bisa dilakukan dengan sifat yang menjadi
lawannya yaitu sifat keras dan kasar. Ada yang mengatakan bahwa
Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan pahala pada sifat lemah
lembut, yang tidak diberikan pada sifat yang lainnya.
Dengan sifat
lemah lembut yang ada pada diri seseorang, dapat menyelamatkannya dari api
neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan:
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَنْ يَحْرُمُ عَلَى النَّارِ أَوْ بِمَنْ
تَحْرُمُ عَلَيْهِ النَّارُ عَلَى كُلِّ قَرِيبٍ هَيِّنٍ سَهْلٍ
“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang yang diharamkan
dari neraka atau neraka diharamkan atasnya? Yaitu atas setiap orang yang dekat
(dengan manusia), lemah lembut, lagi memudahkan.” (HR. Tirmidzi)[10]
3.
Ar-Rifq merupakan sifat yang harus dimiliki oleh setiap muslim,
terkhusus seorang da’i
Termasuk
diantara akhlak-akhlak yang harus dimiliki oleh seorang da’i yang berdakwah di
jalan Allah subhanahu wa ta’ala adalah bersikap lapang dada,
menampakkan wajah yang ceria dan bersikap lemah lembut kepada saudaranya sesama
muslim.
Sifat tersebut
akan mendorong untuk lebih mudah diterimanya dakwah seseorang tatkala ia
menyeru ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala.
Bahkan terhadap
orang kafir tertentu, terkadang perlu untuk bersikap lemah lembut dalam rangka
melembutkan hati mereka untuk tertarik masuk ke dalam Islam. Telah diketahui
bahwasanya Islam adalah sebuah agama yang ringan dan mudah bagi pemeluknya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
إِنَّ الدِّينَ
يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا
وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ
الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah. Setiap orang yang
berusaha mempersulitnya pasti akan kalah. Maka bersikap luruslah, mendekatlah
kepada kesempurnaan, dan berilah kabar gembira, serta ambillah sebuah
kesempatan pada pagi hari, petang serta sebagian dari malam.” (HR. Al
Bukhari)
Islam juga
memerintahkan kepada pemeluknya untuk bermuamalah dengan sifat lemah lembut
kepada sesama manusia, dan bahkan terhadap binatang ternak sekalipun.
Sebagaimana dalam hadits:
إِنَّ اللَّهَ
كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا
الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ
شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah mewajibkan
untuk berbuat baik atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka
bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah
dengan cara yang baik. Dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan
pisaunya (ketika hendak menyembelih), dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim)
Ketika seorang
mukmin telah berhias dengan kelemahlembutan, maka akan membuahkan pada dirinya
sikap kasih sayang kepada orang lain, dan akan melahirkan pada diri orang lain
sikap kecintaan dan keridhaan, serta menumbuhkan sikap segan dari pihak lawan
kepada dirinya. Sebaliknya, dengan sikap keras, kaku dan kasar akan membuat
lari dan menjauhnya manusia, dan semakin mengobarkan api kebencian dari
orang-orang yang menanam benih kebencian kepada dirinya. Oleh karena itu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenyatakan:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ
يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya sifat lemah lembut tidaklah berada pada sesuatu
kecuali akan membuat indah sesuatu tersebut dan tidaklah sifat lemah lembut
dicabut dari sesuatu kecuali akan membuat sesuatu tersebut menjadi buruk.” (HR. Muslim)
Kesimpulannya
adalah sepantasnya bagi seorang da’i untuk menghiasi dirinya dengan sifat
Ar-Rifq didalam memerintahkan kepada perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan
melarang dari yang mungkar.
Namun, yang
perlu diperhatikan bahwa sifat Ar-Rifq tidaklah menunjukkan kelemahan atau
ketidaktegasan seseorang dalam berkata dan bertindak. Bahkan dalam sifat
Ar-Rifq sendiri, sebenarnya telah mengandung sikap tegas dalam amar ma’ruf
nahi munkar (memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran).
Dan tidaklah sikap tegas itu identik dengan sikap keras atau kasar. Dalam
keadaan tertentu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap
tegas dan keras. Diantara contohnya:
-
Celaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap
perbuatan memanjangkan sholat tanpa memperhatikan keadaan orang-orang yang
berma’mum. (HR. Al Bukhari)
-
Sikap keras beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap
orang yang makan menggunakan tangan kiri ketika diperintah untuk makan
menggunakan tangan kanan. (HR. Muslim)
-
Perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Celaka kamu”
terhadap orang yang berlambat-lambat melaksanakan perintah
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menaiki unta. (HR. Al
Bukhari)
-
Kerasnya sikap beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam terhadap orang (laki-laki) yang memakai cincin emas, setelah ia
tahu bahwa perkara itu adalah perkara yang diharamkan. (HR. Muslim)
4.
Sifat Ar-Rifq dalam menghadapi kerasnya problem kehidupan
Dan diantara
pedoman dan kaidah syar’i yang harus dipegang teguh dalam menghadapi kerasnya
problem (fitnah) dalam kehidupan adalah hendaknya kita menghadapinya dengan
sifat Ar-Rifq (lemah lembut), At-Ta’anni (tidak
tergesa-gesa), dan Al Hilm (santun).
Maka hendaknya
kita bersikap lemah lembut dan tenang/tidak tergesa-gesa dalam segala urusan
dan janganlah menjadi orang yang mudah marah. Janganlah kita menjadi orang yang
tidak mempunyai sifat ar-rifq, karena dengan sifat ar-rifq selamanya tidaklah
akan membuat seseorang itu menyesal, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Tidaklah sifat ar-rifq tersebut berada dalam suatu perkara kecuali akan
memperindahnya.[11]
D. AKHLAK AL-MAKRU/ MAKAR (
PENIPUAN)
Al-Makru,
istilah yang sudah ada sejak dahulu kala. Namun kita masih banyak yang belum
tahu apa sebenarnya Al-Makru itu. Bagaimana Al-Makru dalam pandangan Islam.
Yang kita tahu hanya sebatas Al-Makru sebagai tindak kejahatan. Atau hanya
ayat-ayat Al Quran yang sering kita dengar, belum tahu pasti makna yang
sesungguhnya. [12]
Dalam Al Quran
surat Al Imran ayat 54, Al-Makru/makar diartikan tipu daya. Maksudnya tipu daya
yang dilakukan oleh orang-orang kafir atau suatu kelompok untuk menghancurkan Islam.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memperlancar niat buruknya. Diantaranya
dengan cara menyebarkan fitnah, menebar kebencian, mengadu domba, melakukan
kekacauan. Tidak berbeda jauh dengan kata tipu muslihat yang sering kita dengar
di Indonesia.
Ayat yang
menjelaskan tentang Al-Makru, terdapat dalam surat Al Imran/ surat ke 3
ayat 54. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu
daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
Ayat lain yang
berkaitan dengan Al-Makru yaitu firman Allah Swt:
وَقَدْ مَكَرَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلِلّهِ الْمَكْرُ جَمِيعاً يَعْلَمُ مَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ وَسَيَعْلَمُ الْكُفَّارُ لِمَنْ عُقْبَى الدَّارِ
Dan sungguh orang-orang kafir yang sebelum mereka (kafir Mekah)
telah mengadakan tipu daya, tetapi semua tipu daya itu adalah dalam kekuasaan
Allah. Dia mengetahui apa yang diusahakan oleh setiap diri, dan orang-orang
kafir akan mengetahui untuk siapa tempat kesudahan (yang baik) itu.(13:42)
Dalam kitab
atau buku yang menjelaskan tentang sejarah Islam, disana kita dapat menemukan,
bagaiman usaha orang-orang kafir selalu menghalangi dakwah Rasulullah dan para
sahabat. Mengancam, mengusir, menakut-nakuti, menciptkan fitnah kesana kemari,
bahkan akan membunuhnya. Rasulullah mau dibunuh ditempat tidurnya, Bilal yang
disiksa habis-habisan, dan lain sebagainya. Itulah beberapa bentuk Al-Makru
yang sering dilakukan oleh kaum kafir pada zaman Nabi.
Dan sungguh
orang-orang kafir yang sebelum mereka (kafir Mekah) telah mengadakan tipu daya,
tetapi semua tipu daya itu dalam kekuasaan Allah Allah. Dia mengetahui apa yang
diusahakan oleh setiap diri, dan orang-orang kafir akan mengetahui untuk siapa
tempat kesudahan itu (QS al-Ra'd 13: 42)
Dalam Q.s
al-An’am Ayat 124. Allah swt telah memperingatkan akan adanya Al-Makru/ Makar:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا وَمَا يَمْكُرُونَ إِلَّا بِأَنْفُسِهِمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat
yang terbesar agar mereka melakukan Al-Makru dalam negeri itu. dan mereka tidak
berbuat Al-Makru melainkan kepada dirinya sendiri, sedang mereka tidak
menyadarinya.
Hal ini akan
lebih jelas ketika kita perhatikan sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam. الحَرْبُ خُدْعَةٌ “Perang
adalah tipuan (Shahih Bukhari No.
3030, Shahih Muslim No.1740
Dari hadits
diatas, kata Al-Makru semakna dengan Khud ah. Yakni tipu daya seperti pada ayat
di atas. Yang perlu diketahu juga. Yang melakukan Al-Makru bukan hanya orang
kafir, akan tetapi bisa juga seorang Muslim melakukan Al-Makru terhadap
saudaranya. Seperti yang dilakukan Abdullah Bin Ubay yang membelot pada
peperangan.
Dalam hadits
lain juga dijelaskan. Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda: اَلْمَكْرُ وَالْخَدِيْعَة وَالْخِيَانَة فِي النَّارِ Rencana
jahat, tipudaya dan khianat, tempatnya di neraka (HR al-Hakim).
Tidak ada
seorangpun yang memperdaya (membuat tipu daya) bagi penduduk Madinah kecuali
dia akan binasa sebagaimana binasanya garam yg larut dalam air. (HR. Bukhari No.1744)
Maka siapa saja
yang melakukan tindakan Al-Makru, hukumnya dilarang. Baik kafir atau mukmin. Al-Makru
merupakan perbuatan yang sangat kejam, merugikan dan membahayakan nyawa orang
lain. Al-Makru dilakukan oleh orang yang punya niat jahat dengan tujuan
tertentu.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Dari berbagai pengertian akhlak dalam makalah ini dapat disimpulkan
bahwasannya sebagai kehendak jiwa
manusia, (tanpa adanya paksaan dan tekanan maupun bujukan) yang dapat
menimbulkan perbuatan dengan mudah dan gampang karena sudah dibiasakan dan
dilakukan berulang-ulang, sehingga sewaktu-waktu perbuatan itu akan muncul
tanpa memerlukan pertumbuhan dan pemikiran terlebih dahulu.
2.
Ada dua penggolongan akhlak secara garis besar yakni: Akhlak mahmudah dan Akhlak
madzmumah.
3.
Ar-Rifq adalah sifat lemah lembut di dalam berkata dan bertindak
serta memilih untuk melakukan cara yang paling mudah. Sifat Ar-Rifq (lemah lembut) merupakan sifat
yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan juga dengannya akan bisa
meraih segala kebaikan dan keutamaan. Dengannya pula akan melahirkan sikap
hikmah, yang juga merupakan sikap yang dicintai oleh Allah subhanahu wa
ta’ala di dalam berkata dan bertindak.
4.
Dalam Al Quran surat Al Imran ayat 54, Al-Makru/makar diartikan
tipu daya. Maksudnya tipu daya yang dilakukan oleh orang-orang kafir atau suatu
kelompok untuk menghancurkan Islam. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk
memperlancar niat buruknya. Diantaranya dengan cara menyebarkan fitnah, menebar
kebencian, mengadu domba, melakukan kekacauan.
5.
Tindakan Al-Makru, hukumnya dilarang. Baik kafir atau mukmin.
B.
Kritik dan Saran
Penulis
menyadari bahawasannya dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis sangat berharap rekan-rekan
sekalian dapat memberikan masukan berupa kritik atau saran yang sifatnya
membangun, guna perbaikan makalah ini kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin,
Ahmad. 1991. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta : Bulan Bintang.
Djatmiko, Rachmat.
1992. Sistem Etika Islam, Jakarta : Pustaka Paji Mas
Mustofa, Ahmad. 2007. Akhlak Tasawuf, Bandung:
Pustaka Setia.
Thoha,
Chabib, dkk. 1999. Metodologi Pengajaran Agama, Semarang : Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo bekerjasama dengan pustaka Pelajar.
Ya’kub, Hamzah. 1983. Etika Islam, Bandung :
Diponegoro.
Aden Zaied Alfarobi. Pengertian Makar
Dalam Pandangan Islam. diakses melalui
http://www.vianeso.com/2016/12/pengertian-makar-dalam-pandangan-islam.html pada
tanggal 30 Sept 2017 Pukul 16:15 WIB
Admin,
2010, Ar-Rifq Sifat Lemah Lembut, diakses melalui
http://buletin-alilmu.net/2010/03/10/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasan-seorang-muslim/
pada tanggal 30 Spet 2017 Pukul 16.00 WIB
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah Akhlak
Tasawuf ini tepat pada waktunya. Makalah
ini membahas mengenai “Akhlak Ar-Rifqu dan Akhlak Al-Makru”.
Penulis mengucapkan banyak terimah kasih kepada bapak dosen atas
segala arahan dan bimbingan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat kepada pembaca
dan utamanya kepada penulis sendiri. Penulis menyadari, bahwa masih
banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan
kemampuan dari penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.
Bengkulu, Oktober 2017
Penyusun
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang .................................................................................................. 1
B.
Batasan Masalah.................................................................................................
1
C.
Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
D.
Tujuan Penulisan................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akhlak ............................................................................................. 3
B.
Akhlak
Mahmudah dan Akhlak Mazmumah...................................................... 4
C.
Akhlak
Ar-Rifqu................................................................................................. 5
D.
Akhlak Al-Makru............................................................................................... 11
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ....................................................................................................... 14
B.
Saran ................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
[1] Drs. H. Hamzah Ya’kub, Etika Islam, Bandung
: Diponegoro, 1983, hlm.11
[2] Ahmad Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung:
Pustaka Setia, 2007, hal. 11.
[3] Drs.
Djasuri ”Pengajaran Akhlak” dalam Drs. Chabib Thoha, dkk., ( Tiem
Perumus ), Metodologi Pengajaran Agama, Semarang : Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo bekerjasama dengan pustaka Pelajar, 1999, hlm. 109-110.
[4] Prof. Dr.
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta : Bulan Bintang,
1991, hlm. 63.
[5] Prof. Dr. H. Rachmat Djatmiko, Sistem Etika Islam, Jakarta
: Pustaka Paji Mas, 1992, hlm.27-28.
[6] Ahmad Mustofa, Ibid, hal 197
[7] Ibid,
hal 198
[8] Admin, 2010,
Ar-Rifq Sifat Lemah Lembut, diakses melalui http://buletin-alilmu.net/2010/03/10/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasan-seorang-muslim/
pada tanggal 30 Spet 2017 Pukul 16.00 WIB
[9] Admin, 2010,
Ar-Rifq Sifat Lemah Lembut, diakses melalui
http://buletin-alilmu.net/2010/03/10/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasan-seorang-muslim/
pada tanggal 30 Spet 2017 Pukul 16.00 WIB
[10] Admin, 2010,
Ar-Rifq Sifat Lemah Lembut, diakses melalui
http://buletin-alilmu.net/2010/03/10/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasan-seorang-muslim/
pada tanggal 30 Spet 2017 Pukul 16.00 WIB
[11] Admin, 2010,
Ar-Rifq Sifat Lemah Lembut, diakses melalui
http://buletin-alilmu.net/2010/03/10/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasan-seorang-muslim/
pada tanggal 30 Spet 2017 Pukul 16.00 WIB
[12] Aden Zaied
Alfarobi. Pengertian Makar Dalam Pandangan Islam. diakses melalui
http://www.vianeso.com/2016/12/pengertian-makar-dalam-pandangan-islam.html pada
tanggal 30 Sept 2017 Pukul 16:15 WIB
[13] Aden Zaied
Alfarobi. Pengertian Makar Dalam Pandangan Islam. diakses melalui
http://www.vianeso.com/2016/12/pengertian-makar-dalam-pandangan-islam.html pada
tanggal 30 Sept 2017 Pukul 16:15 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar