BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Al-Quran merupakan kitab suci umat islam, yang didalamnya terdapat
keseluruhan aturan, norma, nilai, anjuran bahkan larangan yang menjadi pedoman
hidup manusia. Sebelum mengetahui lebih jauh tentang Al-Quran, kita harus
memahami terlebih dahulu sejarah turun dan penulisan Al-Quran, dari zaman Nabi
Muhammad s.a.w sampai dengan masa kita sekarang ini.
Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2
bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah.
Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril a’s. Sejarah penurunannya selama 23 tahun
secara berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh
manusia. Berikut akan dijelaskan sejarah penurunan dan penulisan Al-Quran dari
zaman Nabi s.a.w lalu pada khalifah khulafaurrasyidin.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
Pengertian Dari Nuzul Al-Quran(Turunnya Al-Quran) ?
2.
Berapa
Macam Tahapan Turunnya Al-Quran ?
3.
Bagaimana
Hikmah Dan Dalil Diturunkannya Al Qur’an Secara Berangsur-Angsur ?
4.
Kapankah
Terjadi Pengumpulan Al Qur’an Dan Penulisan Al Qur’an ?
C.
Tujuan Penulisan Masalah
1.
Agar Kita Mengerti Pengertian Dari Nuzul
Al-Quran(Turunnya Al-Quran)
2.
Supaya
Kita Mengetahui Ada Berapa Macam Tahapan Turunnya Al-Quran
3.
Agar Kita Memahami Apa Saja Hikmah Dan Dalil
Diturunkannya Al Qur’an Secara Berangsur-Angsur
4.
Supaya Kita Paham Kapankah Terjadinya Pengumpulan
Al Qur’an Dan Penulisan Al Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Nuzul Al-Quran
Dalam bahasa Arab, kata “nazala” berarti : meluncur dari tempat
tinggi ke tempat yang rendah”. Pengertian konteks seperti ini, dapat disimak di
dalam salah satu ayat Al-Quran, misalnya,
Artinya : Dan berdoalah; “Ya Tuhanku, tempatkanlah Aku pada
tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat."(QS.
Al-Mu’minuun: 29)
Nuzul, secara etimologi dapat berarti singgah atau tiba ditempat
tertentu. Makna nuzul dalam pengertian yang disebut terakhir ini dalam
kebiasaan orang Arab menurut ‘Abdul ‘Adzim al-Zarqaniy sebagai makna hakiki.
Dr. Ahmad al-sayyid al-kumi dan Dr. Muhammad Ahmad Yusuf al-Qasim
mengemukakan ; setidak-tidaknya, ada lima makna nuzul , yaitu,
diantaranya yang telah disebutkan dua diatas, sedangkan yang lainnya yaitu :
“tertib, teratur” dan “perkumpulan”. Kata nuzul juga berarti “turun secara
berangsur-angsur dan terkadang sekaligus”.
Dalam kaitannya dalam makna nuzul yang pertama diatas,
‘Abdul ‘Adzim al-Zarqaniy menegaskan : “menurut bahasa, kata nuzul dalam
rdaksi yang lain diformulasikan sebagai, pindahnya sesuatu dari atas kebawah.
Lebih dari iti, kadang-kadang nuzul juga diartaikan bergeraknya sesuatu
dari atas kebawah.”
Menurut al-Zarqaniy, bahwa pengertian semacam itu tidak layak
diberikan untuk maksud diturunkannya Al-Quran oleh Allah, karena pengertian
tersebut lebih tepat dan ladzim digunakan dengan yang berkenaan dengan tempat
dan benda atau materi yang memiliki berat jenis tertentu. Sedangkan AL-Quran
bukanlah semacam benda yang memiliki tempat perpindahan dari atas kebawah. Maka
penggunaan kata nuzul Al-Quran dimaksudkan dalam pengertian yang majazi , yaitu sebagai ungkapan yang tidak
harus dipahami secara harfiah.
Berbeda dengan Ibnu Taimiyah, sebagaimana dikutip oleh Kamaluddin
Marzuki, ia mengatakan ; baik didalam Al-Quran maupun As-Sunnah tidak ada kata nuzul
melainkan dalam pengerian yang ladzim yaitu, “turun dari atas kebawah”,
alasannya adalahkarena Al-Quran diturunkann dalam bahasa Arab, ssedangkan
bahasa Arab tidak mengenal kata nuzul kecuali dengan makna ini.
B.
Tahapan Turunnya Al-Quran
Sebagaimana dimaklumi, bahwa Allah S.W.T. menurunkan Al-Quran
kepada Rasul-Nya, Muhammad s.a.w, melalui “Amin Al-Wahyi” (Jibril a.s).
Sementara itu, para ulama berbeda pendapat mengenai tahapan-tahapan turunnya
wahyu tersebut sebelum disampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Pendapat itu
ialah :
1.
Pendapat
pertama mengatakan, bahwa Al-Quran itu diturunkan melalui tiga tahap.
Tahap Pertama; Al-Quran
diturunkan oleh Allah ke Lauh Mahfuzh secara sekaligus, dalam arti,
bahwa Allah menetpkan keberadaannya disana, sebagaimana halnya Dia menetapkan
segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya, tetapi kapan saaatnya serta bagaimana
caranya tidak seorangpun mengetahuinya kecuali Allah, sesuai dengan firman-Nya
:
Artinya :
21. Bahkan yang didustakan
mereka itu ialah Al Quran yang mulia,
22. Yang (tersimpan) dalam Lauh
Mahfuzh.
Tahap
Kedua,
Al-Quran diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Bait Al-‘Izzah yang berada
dilangit dunia. Hal ini berdasarkan firman Allah sebagai berikut :
Artinya : Sesungguhnya
kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah
yang memberi peringatan. (QS. Ad-Dukhan : 3)
Artinya : Sesungguhnya
kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. ( QS. Al-Qadr: 1)
Kedua
makna yang disebutkan dalam ayat-ayat diatas adalah satu makna yang berada di
bulan Ramadhan, diturunkan ke langit dunia secara sekaligus.
Tahap
Ketiga, Al-Quran
diturunkan dari langit dunia dengan perantara Jibril a.s kepada Rasulullah
s.a.w untuk pertama kalinya pada tanggal 17 Ramadhan, dan berlanjut secara
berangsur-angsur selama 23 tahun. Pendapat tersebut dianut oleh Jumhur Ulama.
2. Pendapat
kedua mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan turunnya Al-Quran adalah dalam ketiga
ayat diatas adalah , permulaan turunnya Al-Quran secara langsung dari Allah
kepada malaikat Jibril a.s kepada Rasulullah s.a.w pada malam Qadar (Bulan
Ramadhan) , kemudian secara berangsur-angsur sesuai dengan kejadian dan
peristiwa dalam berbagai masa dan waktu, selama kurang lebih 23 tahun.
3. Pendapat
ketiga mengatakan, bahwa Al-Quran diturunkan ke langit dunia selama dua puluh
atau dua puluh dua atau dua puluh lima malam Qadar. Pada setiap malam Qadar
dari setiap malam itu, telah ditentukan turunnya dalam setiap tahun. Setelah
itu baru diturunkan secara berangsur-angsur.
4. Pendapat
keempat mengatakan, bahwa Al-Quran diturunkan dari Lauh Mahfuzh secara
sekaligus, kemudian Jibril a.s menghafalkannya secara berangsur-angsur selama
dua puluh malam, setelah itu Jibril a.s menyampaikannya kepada Nabi Muhammad
s.a.w dengan cara berangsur-angsur selam kurang lebih 23 tahun.
Tiga pendapat
yang terakhir ini menurut al-Zarqaniy dianggap lemah dibandingkan dengan
pendapat pertama. Sebab pendapat yang pertama diatas didukung dan dilandasi
dengan argument-argumen yang cukup kuat.
C. Hikmah
Dan Dalil Diturunkannya Al Qur’an Secara Berangsur-Angsur
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah
s.a.w selam rentang waku kurang lebih dua puluh tahun, sesuai dengan kasus dan
peristiwa ang mendahuluinya, dan sejalan dengan tuntutan situasi dan keadaan
masyarakat yang menjadi objek turunnya.
Kebanyakan ‘ulama berpendapat bahwa satu-astunya kitab Samawiy yang
diturunkan secara berangsur-angsur hanyalah Al-Quran. Al-qur’an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.
13 tahun di Mekkah menurut pendapat yang rajih (kuat) dan 10 tahun di Madinah.
Sebagai bukti dan dalil tentang turunnya al-qur’an secara berangsur-angsur
dapat diketahui dari firman Allah surat al-Isra’ ayat 106 :
Artinya : “Dan al-qur’an itu telah kami turunkan dengan
berangsur-angsur agar kamu membacakan perlahan-lahan kepada manusia dan Kami
menurunkannya bagian demi bagian”.(QS. Al-Israa’: 106)
Dan juga firman Allah surat al-Furqan ayat 32
:
Artinya : “Berkatalah orang-orang kafir: “mengapa al-qur’an
itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja ?”, demikian supaya Kami
hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)”.(QS. Al-Furqan: 32)
Kedua ayat diatas menunjukkan suatu bukti bahwa
al-qur’an diturunkan secara beransur-angsur, bagian demi bagian sesuai dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi, tidak sebagaimana halnya kitab-kitab samawi
yang lain, seperti Taurat, Injil dan Zabur yang turunnya sekaligus. Seandainya
kitab-kitab tersebut diturunkan secara berangsur-angsur tentulah orang-orang
kafir tidak merasa heran terhadap al-qur’an yang turun secara berangsur-angsur.
Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan beberapa
hikmah tentang diwahyukannya al-qur’an secara berangsur-angsur:
1.
Untuk memperteguh dan
memperkuat pendirian hati Nabi Muhammad s.a.w manakala orang-orang musyrik
menyakiti beliau.
Artinya : Dan
semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.
(QS. Huud: 120)
2. Mempermudah
penghafalan Al-Quran oleh Nabi s.a.w dan juga para sahabatnya.
Artinya : Dan
Al Quran itu Telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi
bagian. (QS. Al-Israa’: 106)
3. Mempermudah
umat pada saat itu untuk meninggalkan perbuatan tercela secara
berangsur-angsur, sekaligus mempermudah untuk melaksanakan kewajiban syara’.
Artinya
:
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. 91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar
dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS. Al-Maidah: 90-91)
4.
Mengiringi peristiwa dan kasus yang terjadi,
dan sekaligus sebagai koreksi atas kesalahan yang dilakukan.
Artinya : Sesungguhnya
Allah Telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak,
dan (Ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak Karena
banyaknya jumlah (mu), Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat
kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu Telah terasa sempit olehmu,
Kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.(QS. At-Taubah: 25)
5.
Menolak keraguan yang ditimbulkan oleh
orang-orang musyrik
Artinya : Tidaklah
orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan
kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
(QS. Al-Furqaan: 33)
6. Menunjukkan
segi-segi I’jaz Al-Quran yang diturunkan dari Dzat Yang maha bijaksana
lagi maha terpuji baik dalam susunan kata-kata dan kalimat maupun
pensyariatannya.
D. Pengumpulan
Al Qur’an Dan Penulisan Al Qur’an
Merujuk kepada
definisi al-Qur’an yang sebelumnya telah disepakati oleh para ulama’:
“Al-Qur’an
adalah kalam Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada
Muhammad saw. dan dinukil kepada kita secara mutawatir, serta
dinilai beribadah ketika membacanya”
Maka, materi
al-Qur’an yang merupakan mukjizat itu sampai kepada kita melalui proses
penukilan, bukan periwayatan. Dengan begitu dapat diartikan dengan
memindahkan materi yang sama dari sumber asli ke dalam mushaf. Karena itu,
pengumpulan al-Qur’an itu tidak lain merupakan bentuk penghafalan al-Qur’an di
dada dan penulisannya dalam lembaran. Sebab, dua realitas inilah yang
mencerminkan proses penukilan materi al-Qur’an. Dua realitas penghafalan
al-Qur’an di dada dan penulisannya dalam lembaran ini secara real telah
berlangsung dari kurun ke kurun, sejak Rasul hingga kini, dan bahkan Hari
Kiamat.
Ditinjau dari
segi bahasa, al-Jam’u berasal dari kata يخمع- جمع yang
artinya mengumpulkan. Sedangkan pengertian al-Jam’u secara terminologi, para
ulama berbeda pendapat. Menurut Az-Zarqani, Jam’ul Qur’an mengandung dua
pengertian. Pertama mengandung makna menghafal al-Qur’an dalam hati, dan kedua
yaitu menuliskan huruf demi huruf dan ayat demi ayat yang telah diwahyukan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Menurut al-Qurtubi dan Ibnu Katsir maksud
dari Jam’ul Qur’an adalah menghimpun al-Qur’an dalam hati atau menghafal
al-Qur’an.
Menurut Ahmad
von Denffer, istilah pengumpulan al-Qur’an (jam’ al-qur’ân) dalam
literatur klasik itu mempunyai berbagai makna, antara lain:
1.
Al-Qur’an
dicerna oleh hati.
2.
Menulis kembali
tiap pewahyuan.
3.
Menghadirkan
materi al-Qur’an untuk ditulis.
4.
Menghadirkan
laporan (tulisan) para penulis wahyu yang telah menghafal al-Qur’an.
5.
Menghadirkan seluruh
sumber, baik lisan maupun tulisan.
Berdasarkan
pendapat para ulama di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan Jam’ul Qur’an adalah usaha penghimpunan dan pemeliharaan al-Qur’an yang
meliputi penghafalan, serta penulisan ayat-ayat serta surat-surat dalam
al-Qur’an.
1. Penulisan
Al Qur’an Pada Masa Nabi
a. Pengumpulan dalam dada.
Secara kodrati, bangsa arab memiliki
daya hafal yang kuat. Hal itu dikarenakan sebagian besar dari mereka buta huruf
atau tidak dapat membaca dan menulis. Sehingga dalam menulis berita, syair,
atau silsilah keluarga mereka hanya menuliskannya dalam hati. Termasuk ketika
mereka menerima ayat-ayat al-Qur’an yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.
Dalam kitab shahih Bukhari, dikemukakan bahwa terdapat
tujuh Huffaz melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Mas’ud,
Salim bin Ma’qal, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid
bin Sakan, dan Abu Darda.
b. Pengumpulan dalam bentuk tulisan
Rasulullah telah mengangkat para
penulis wahyu Qur’an dari para sahabat pilihan seperti Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, Abban bin Sa‘id, Khalid bin Sa‘id, Khalid bin
al-Walid, Mu‘awiyah bin Abu Sufyan, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin
Tsabit. Selain penulis wahyu, para sahabat yang lainnya pun ikut menulis
ayat-ayat al-Qur’an. Kegiatan ini didasarkan pada sebuah hadits
Nabi :
لَا تَكْتُبُوْاعَنِّي شَيْئًاإِلَّاالْقُرْاٰنَ وَمَنْ كَتَبَ
عَنِّي سِوَى الْقُرْاٰنَ فَلْيَمْحُهُ.
Artinya :
“Janganlah kamu
menulis sesuatu yang berasal dariku kecuali al-Qur’an. Barang siapa telah menulis
dariku selain al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya.” (H.R. Muslim)
Dalam suatu cacatan, disebutkan bahwa
sejumlah bahan yang digunakan untuk menyalin wahyu-wahyu yang diturunkan oleh
Allah kepada Muhammad, yaitu :
1)
Riqa, atau
lembaran lontar (daun yang dikeringkan) atau perkamen (kulit binatang).
2)
Likhaf, atau
batu tulis berwarna putih, terbuat dari kepingan batu kapur yang terbelah
secara horizontal lantaran panas.
3)
‘Asib, atau pelapah kurma, terbuat dari bagian ujung dahan pohon
kurma yang tipis.
4)
Aktaf, atau
tulang belikat, biasanya terbuat dari tulang belikat unta.
5)
Aqtab, yaitu papan yang biasa
diletakkan diatas punggung unta yang digunakan untuk menahan barang bawaan.
6)
Adim, atau
lembaran kulit, terbuat dari kulit binatang asli yang merupakan bahan utama
untuk menulis ketika itu.
Para sahabat menyodorkan al-Qur’an
kepada Rasulullah secara hafalan maupun tulisan. Tetapi tulisan-tulisan yang
terkumpul pada jaman nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, dan yang ada pada
seseorang belum tentu dimiliki yang lainnya.
2. Penulisan
al Qur’an pada masa khulafaurrasyidin
a. Penulisan al
Qur’an periode Abu Bakar Ash-Shidiq
Pasca wafatnya Rasulullah SAW,
kekhalifahan bangsa Arab beralih kepada Abu Bakar. Pada masa kekhalifahannya,
Abu Bakar dihadapkan oleh kemurtadan yang terjadi di kalangan bangsa Arab. Abu
Bakar pun segera mengerahkan pasukan untuk menumpas kemurtadan. Perang itupun
dikenal dengan sebutan Perang Yamamah yang terjadi pada tahun 11 H/633 M.
Dalam perang tersebut, sekitar 70 orang
Huffaz mati Syahid. Umar bin Khattab merasa khawatir atas peristiwa ini. Maka
Umar mengadukan kekhawatirannya tersebut kepada Abu Bakar.
Diceritakan bahwa Bukhari meriwayatkan
di dalam shahihnya dari Zaid bin Tsabit, ia berkata:
Telah menceritakan kepada kami Abu Al
Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri dia berkata; Telah
mengabarkan kepadaku Ibnu As Sabbaq bahwa Zaid bin Tsabit Al Anshari
radliallahu 'anhu -salah seorang penulis wahyu- dia berkata; Abu Bakar
As shiddiq datang kepadaku pada waktu perang Yamamah, ketika itu Umar
disampingnya. Abu Bakr berkata bahwasanya Umar mendatangiku dan mengatakan;
"Sesungguhnya perang Yamamah telah berkecamuk (menimpa) para sahabat, dan
aku khawatir akan menimpa para penghafal Qur'an di negeri-negeri lainnya sehingga
banyak yang gugur dari mereka kecuali engkau memerintahkan pengumpulan
(pendokumentasian) al Qur`an." Abu Bakar berkata kepada Umar;
"Bagaimana aku mengerjakan suatu proyek yang tidak pernah dikerjakan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Umar menjawab; "Demi Allah
hal itu adalah sesuatu yang baik." Ia terus mengulangi hal itu sampai
Allah melapangkan dadaku sebagaimana melapangkan dada Umar dan aku sependapat
dengannya. Zaid berkata; Abu Bakar berkata; -pada waktu itu disampingnya ada
Umar sedang duduk, dan dia tidak berkata apa-apa.- "Sesungguhnya kamu
adalah pemuda yang cerdas, kami tidak meragukanmu, dan kamu juga menulis wahyu
untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, karena itu kumpulkanlah al
Qur'an (dengan seksama)." Zaid berkata; "Demi Allah, seandainya
mereka menyuruhku untuk memindahkan gunung dari gunung-gunung yang ada, maka
hal itu tidak lebih berat bagiku dari pada (pengumpulan atau pendokumentasian
al Qur'an). kenapa kalian mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikerjakan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Abu Bakar menjawab; "Demi
Allah hal itu adalah baik." Aku pun terus mengulanginya, sehingga Allah
melapangkan dadaku sebagaimana melapangkan dada keduanya (Abu Bakar dan Umar).
Lalu aku kumpulkan al Qur'an (yang ditulis) pada kulit, pelepah kurma, dan batu
putih lunak, juga dada (hafalan) para sahabat. Hingga aku mendapatkan dua ayat
dari surat Taubah berada pada Khuzaimah yang tidak aku temukan pada sahabat
mana pun. Yaitu ayat: Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah
Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan
Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung." (9: 128-129). Dan mushaf
yang telah aku kumpulkan itu berada pada Abu Bakr hingga dia wafat, kemudian
berada pada Umar hingga dia wafat, setelah itu berada pada Hafshah putri
Umar. Diriwiyatkan pula oleh 'Utsman bin 'Umar dan Al Laits dari Yunus
dari Ibnu Syihab; Al Laits berkata; Telah menceritakan kepadaku 'Abdur Rahman
bin Khalid dari Ibnu Syihab; dia berkata; ada pada Abu Huzaimah Al
Anshari. Sedang Musa berkata; Dari Ibrahim Telah menceritakan kepada kami
Ibnu Syihab; 'Ada pada Abu Khuzaimah.' Juga diriwayatkan oleh Ya'qub bin
Ibrahim dari Bapaknya. Abu Tsabit berkata; Telah menceritakan kepada kami
Ibrahim dia berkata; 'Ada pada Khuzaimah atau Abu Khuzaimah
Jati diri Zaid bin Tsabit begitu
istimewa sehingga tak heran Abu Bakar dan Umar diberikan kelapangan dada untuk
memberikan tugas tersebut pada Zaid bin Tsabit, yang mana sebagai pengumpul dan
pengawas komisi ini Zaid bin Tsabit dibantu Umar sebagai sahibul fikrah yakni
pembantu khusus. Beberapa keistimewaan tersebut diantaranya adalah :
1)
Berusia muda,
saat itu usianya di awal 20-an (secara fisik & psikis kondisi prima)
2)
Akhlak yang tak
pernah tercemar, ini terlihat dari pengakuan Abu Bakar yang mengatakan bahwa,
“Kami tidak pernah memiliki prasangka negatif terhadap anda”.
3)
Kedekatannya
dengan Rasulullah SAW, karena semasa hidup Nabi, Zaid tinggal berdekatan dengan
beliau.
4)
Pengalamannya
di masa Rasulullah SAW masih hidup sebagai penulis wahyu dan dalam satu kondisi
tertentu pernah Zaid berada di antara beberapa sahabat yang sempat mendengar
bacaan al-Qur’an malaikat jibril bersama Rasulullah SAW di bulan Ramadhan.
5)
Kecerdasan yang
dimilikinya menunjukkan bahwa tidak hanya karena memiliki vitalitas dan energi
namun kompetensinya dalam kecerdasan spiritual dan intelektual
Seperti diceritakan diatas, pengumpulan
al-Qur’an dilaksanakan oleh Zaid atas arahan khalifah. Waktu pengumpulan Zaid
terhadap al-Qur’an sendiri sekitar 1 tahun. Hal ini dikarenakan Zaid bin Tsabit
melakukannya dengan sangat hati-hati. Hal yang pertama kali Zaid lakukan adalah
mengumumkan bahwa siapa saja yang memiliki berapapun ayat al-Qur’an, hendaklah
diserahkan kepadanya. Ia tidak akan menerima satu ayat pun melainkan orang tersebut
membawa bukti dan dua orang saksi yang menyatakan bahwa apa yang ia bawa adalah
wahyu Qur’ani. Bukti pertama adalah naskah tertulis. Bukti kedua adalah
hafalan, yaitu kesaksian orang-orang bahwa pembawa al-Qur’an itu telah
mendengarnya dari Rasulullah SAW.
Buah hasil kerja Zaid sangat teliti dan
hati-hati sehingga memiliki akurasi yang sangat tinggi. Hal ini
dikarenakan :
1)
Menulis hanya
ayat al-Qur’an yang telah disepakati mutawatir riwayatnya.
2)
Mencakup semua
ayat al-Qur’an yang tidak mansukh al-Tilawah.
3)
Susunan ayatnya
seperti yang dapat kita baca pada ayat-ayat yang tersusun dalam al-Qur’an
sekarang ini.
4)
Tulisannya
mencakup al-ahruf al-sab’ah sebagaimana al-Qur’an itu diturunkan.
5)
Membuang segala
tulisan yang tidak termasuk bagian dari al-Qur’an.
Senada dengan itu, al-Zarqani
menyebutkan bahwa ciri-ciri penulisan al-Qur’an pada masa khalifah Abu Bakar
ini adalah :
1)
Seluruh ayat
al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf berdasarkan penelitian yang
cermat dan seksama.
2)
Tidak termasuk
di dalamnya ayat-ayat al-Qur’an yang telah mansukh atau dinasakh bacaannya.
3)
Seluruh ayat
al-Qur’an yang ditulis di dalamnya telah diakui kemutawatirannya.
Setelah semua ayat al-Qur’an terkumpul, kumpulan tersebut
disimpan dalam kotak kulit yang disebut “Rab’ah”. Kemudian kumpulan tersebut
diserahkan kepada Abu Bakar. Setelah beliau wafat, kumpulan atau
lembaran-lembaran tersebut berpidah tangan kepada Umar. Lalu setelah Umar
wafat, maka lembaran-lembaran tersebut disimpan oleh putrinya sekaligus
istri Rasulullah SAW yaitu Hafsah binti Umar.
b. Penulisan al
Qur’an Periode Utsman
Penyebaran Islam bertambah luas, dan
para Qurra‘ pun tersebar ke seluruh wilayah hingga ke arah utara Jazirah
Arab sampai Azerbaijan dan Armenia. Setiap wilayah diutuslah seorang Qari.
Maka bacaan al-Qur’an yang mereka bawakan berbeda-beda. Berasal dari suku
kabilah dan provinsi yang beragama sejak awal pasukan tempur memiliki dialek
yang berlainan. Nabi Muhammad SAW sendiri memang telah mengajarkan membaca
al-Qur’an berdasarkan dialek mereka masing-masing lantaran dirasa sulit untuk
meninggalkan dialek mereka secara spontan. Namun kemudian adanya perbedaan
dalam penyebutan atau membaca al-Qur’an yang kemudian menimbulkan kerancuan dan
perselisihan dalam masyarakat.
Ketika itu, orang yang mendengar bacaan
al-Qur’an yang berbeda dengan bacaan yang ia gunakan menyalahkannya. Bahkan
mereka saling mengafirkan. Hal ini membuat Huzaifah bin al-Yaman resah dan
mengadukan hal tersebut kepada Utsman. Menanggapi hal tersebut, Utsman mengirim
utusan kepada Hafsah dan meminjam mushaf Abu Bakar. Kemudian Utsman memanggil
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin “As, dan Abdurrahman bin Haris
bin Hisyam. Keriga orang terakhir adalah orang Quraisy. Utsman memerintahkan
agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis
dalam bahasa Quraisy, karena Qur’an turun dalam logat mereka.
Setelah mereka melakukan hal itu,
Utsman mengembalikan mushaf kepada Hafsah. Mereka menyalinnya ke dalam beberapa
mushaf baru tersebut dan memerintahkan agar semua Qur’an/mushaf lainnya
dibakar. Mushaf tersebutlah yang dikenal dengan mushaf Utsmani.
Al-Zarqani sendiri mencatat bahwa
ciri-ciri mushaf yang disalin pada Khalifah Usman adalah sebagai berikut :
1) Ayat-ayat al-Qur’an yang tertulis di dalamnya seluruhnya berdasarkan
riwayat yang mutawwir berasal dari Rasulullah.
2) Tidak terdapat di dalamnya ayat-ayat al-Qur’an yang
mansukh atau dinasakh bacaannya.
3) Susunan menurut urutan wahyu.
4) Tidak terdapat di dalamnya yang tidak tergolong pada
al-Qur’an seperti apa yang ditulis oleh sebagian sahabat dalam mushaf
masing-masing sebagai penjelasan atau keterangan terhadap ayat-ayat tertentu.
5) Mushaf yang ditulis pada masa khalifah usman tersebut
mencakup “tujuh huruf” dimana al-Qur’an diturunkan dengannya.
Mushaf Usmani tidak memakai tanda baca
seperti titik dan syakal karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan
orang-orang Arab murni di mana mereka tidak memerlukan syakal, titik dan tanda
baca lainnya seperti yang kita kenal sekarang ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam bahasa Arab, kata “nazala” berarti : meluncur dari tempat
tinggi ke tempat yang rendah”. Nuzul, secara etimologi dapat berarti singgah
atau tiba ditempat tertentu. Makna nuzul dalam pengertian yang disebut terakhir
ini dalam kebiasaan orang Arab menurut ‘Abdul ‘Adzim al-Zarqaniy sebagai makna
hakiki.
Tahapan turunnya Al-Quran yaitu : Tahap Pertama; Al-Quran
diturunkan oleh Allah ke Lauh Mahfuzh secara sekaligus, dalam arti,
bahwa Allah menetpkan keberadaannya disana, Tahap Kedua, Al-Quran
diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Bait Al-‘Izzah yang berada dilangit
dunia, Tahap
Ketiga, Al-Quran
diturunkan dari langit dunia dengan perantara Jibril a.s kepada Rasulullah
s.a.w untuk pertama kalinya pada tanggal 17 Ramadhan, dan berlanjut secara
berangsur-angsur selama 23 tahun. Pendapat tersebut dianut oleh Jumhur Ulama.
Hikmah
diturunkan Al-Quran secara berangsur-angsur adalah : 1. Untuk memperteguh dan
memperkuat pendirian hati Nabi Muhammad s.a.w manakala orang-orang musyrik
menyakiti beliau, 2. Mempermudah
penghafalan Al-Quran oleh Nabi s.a.w dan juga para sahabatnya, 3. Mempermudah
umat pada saat itu untuk meninggalkan perbuatan tercela secara
berangsur-angsur, sekaligus mempermudah untuk melaksanakan kewajiban syara’,
4. Mengiringi
peristiwa dan kasus yang terjadi, dan sekaligus sebagai koreksi atas kesalahan
yang dilakukan, 5. Menolak keraguan
yang ditimbulkan oleh orang-orang musyrik, 6. Menunjukkan segi-segi I’jaz Al-Quran yang diturunkan dari
Dzat Yang maha bijaksana lagi maha terpuji baik dalam susunan kata-kata dan
kalimat maupun pensyariatannya.
B.
Kritik dan Saran
Saya selaku penulis merasa bahwa makalah ini
masih memiliki sangat banyak kekurangan, baik dalam segi penulisan maupun dalam
segi yang lainnya. Jadi saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari teman-teman sekalian selaku pembaca. Untuk materi ini, penulis
memberi saran agar kita senantiasa berusaha mendalami tentang sejarah penurunan
dan penulisan Al-Quran yang mulia, , agar kita mengetahui bahwa Al-Quran
merupakan mukjizat Nabi Muhammad S.A.W yang paling besar, dan agar kita menjadi
muslim yang berkualitas, yang berilmu pengetahuan, berakhlak mulia dan selalu
dalam lindungan Allah SWT. Amin…
DAFTAR PUSTAKA
Usman.
2009. Ulumul Quran. Yogyakarta : Penerbit TERAS
Anwar, Rosihan. 2001.
Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia
Muhammad Amin Suma. 2000. Studi
Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Jakarta, Pustaka Firdaus
Abd. Chalik, Drs. H. A. Chaerudji. 2007.“Ulum Al-Qur’an”. Diadit Media.
Jakarta Pusat
Syaikh Manna’ Al-Qaththan. Cetakan ketujuh, Februari 2012. Pengantar Studi Ilmu
Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat
yang tak terhitung jumlahnya, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini
akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih
lagi pada kehidupan akhirat kelak. Solawat beserta salam semoga tetap
tercurahkan kepada nabi kita, Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya,
maupun kita semua yang mengikuti jejak langkahnya hingga hari kiamat kelak.
Penulis menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan serta sangat banyak kekurangan-kekurangannya, untuk itu besar
harapan kami agar teman-teman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
supaya kami dapat menyempurnakan makalah-makalah kami di lain waktu.
Harapan yang paling besar bagi penulis adalah bahwa makalah yang
berjudul (Sejarah Turun dan Penulisan Al-Quran) ini dapat memberi
manfaat, baik untuk diri pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin
mengambil hikmah dari makalah ini, atau sebagai tambahan dalam menambah
referensi yang telah ada.
Bengkulu, 17
Oktober 2017
|
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................ 1
C.
Tujuan
Penulisan Masalah................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Nuzul Al-Quran.............................................................. 2
B.
Tahapan
Turunnya Al-Quran............................................................ 3
C.
Hikmah Dan Dalil Diturunkannya Al Qur’an Secara
Berangsur-Angsur............................................................................ 5
D.
Pengumpulan Al Qur’an Dan Penulisan Al Qur’an......................... 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan....................................................................................... 17
B.
Kritik dan Saran............................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
baca juga : http://parawali99.blogspot.co.id/2017/02/makalah-sejarah-turun-dan-penulisan-al.html
BalasHapus