Rabu, 18 Oktober 2017

MAKALAH ULUMUL QUR’AN ” SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QUR’AN”

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Al-Quran merupakan kitab suci umat islam, yang didalamnya terdapat keseluruhan aturan, norma, nilai, anjuran bahkan larangan yang menjadi pedoman hidup manusia. Sebelum mengetahui lebih jauh tentang Al-Quran, kita harus memahami terlebih dahulu sejarah turun dan penulisan Al-Quran, dari zaman Nabi Muhammad s.a.w sampai dengan masa kita sekarang ini.
Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril a’s. Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh manusia. Berikut akan dijelaskan sejarah penurunan dan penulisan Al-Quran dari zaman Nabi s.a.w lalu pada khalifah khulafaurrasyidin.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah Pengertian Dari Nuzul Al-Quran(Turunnya Al-Quran) ?
2.      Berapa Macam Tahapan Turunnya Al-Quran ?
3.      Bagaimana Hikmah Dan Dalil Diturunkannya Al Qur’an Secara Berangsur-Angsur ?
4.      Kapankah Terjadi Pengumpulan Al Qur’an Dan Penulisan Al Qur’an ?
C.    Tujuan Penulisan Masalah
1.      Agar Kita Mengerti Pengertian Dari Nuzul Al-Quran(Turunnya Al-Quran)
2.      Supaya Kita Mengetahui Ada Berapa Macam Tahapan Turunnya Al-Quran
3.      Agar Kita Memahami Apa Saja Hikmah Dan Dalil Diturunkannya Al Qur’an Secara Berangsur-Angsur
4.      Supaya Kita Paham Kapankah Terjadinya Pengumpulan Al Qur’an Dan Penulisan Al Qur’an


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Nuzul Al-Quran
Dalam bahasa Arab, kata “nazala” berarti : meluncur dari tempat tinggi ke tempat yang rendah”. Pengertian konteks seperti ini, dapat disimak di dalam salah satu ayat Al-Quran, misalnya,

Artinya : Dan berdoalah; “Ya Tuhanku, tempatkanlah Aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat."(QS. Al-Mu’minuun: 29)

Nuzul, secara etimologi dapat berarti singgah atau tiba ditempat tertentu. Makna nuzul dalam pengertian yang disebut terakhir ini dalam kebiasaan orang Arab menurut ‘Abdul ‘Adzim al-Zarqaniy sebagai makna hakiki.
Dr. Ahmad al-sayyid al-kumi dan Dr. Muhammad Ahmad Yusuf al-Qasim mengemukakan ; setidak-tidaknya, ada lima makna nuzul , yaitu, diantaranya yang telah disebutkan dua diatas, sedangkan yang lainnya yaitu : “tertib, teratur” dan “perkumpulan”. Kata nuzul juga berarti “turun secara berangsur-angsur dan terkadang sekaligus”.
Dalam kaitannya dalam makna nuzul yang pertama diatas, ‘Abdul ‘Adzim al-Zarqaniy menegaskan : “menurut bahasa, kata nuzul dalam rdaksi yang lain diformulasikan sebagai, pindahnya sesuatu dari atas kebawah. Lebih dari iti, kadang-kadang nuzul juga diartaikan bergeraknya sesuatu dari atas kebawah.”
Menurut al-Zarqaniy, bahwa pengertian semacam itu tidak layak diberikan untuk maksud diturunkannya Al-Quran oleh Allah, karena pengertian tersebut lebih tepat dan ladzim digunakan dengan yang berkenaan dengan tempat dan benda atau materi yang memiliki berat jenis tertentu. Sedangkan AL-Quran bukanlah semacam benda yang memiliki tempat perpindahan dari atas kebawah. Maka penggunaan kata nuzul Al-Quran dimaksudkan dalam pengertian yang  majazi , yaitu sebagai ungkapan yang tidak harus dipahami secara harfiah.
Berbeda dengan Ibnu Taimiyah, sebagaimana dikutip oleh Kamaluddin Marzuki, ia mengatakan ; baik didalam Al-Quran maupun As-Sunnah tidak ada kata nuzul melainkan dalam pengerian yang ladzim yaitu, “turun dari atas kebawah”, alasannya adalahkarena Al-Quran diturunkann dalam bahasa Arab, ssedangkan bahasa Arab tidak mengenal kata nuzul kecuali dengan makna ini.
B.     Tahapan Turunnya Al-Quran
Sebagaimana dimaklumi, bahwa Allah S.W.T. menurunkan Al-Quran kepada Rasul-Nya, Muhammad s.a.w, melalui “Amin Al-Wahyi” (Jibril a.s). Sementara itu, para ulama berbeda pendapat mengenai tahapan-tahapan turunnya wahyu tersebut sebelum disampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Pendapat itu ialah :
1.      Pendapat pertama mengatakan, bahwa Al-Quran itu diturunkan melalui tiga tahap.
Tahap Pertama; Al-Quran diturunkan oleh Allah ke Lauh Mahfuzh secara sekaligus, dalam arti, bahwa Allah menetpkan keberadaannya disana, sebagaimana halnya Dia menetapkan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya, tetapi kapan saaatnya serta bagaimana caranya tidak seorangpun mengetahuinya kecuali Allah, sesuai dengan firman-Nya :

Artinya :
21.  Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia,
22.  Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.
Tahap Kedua, Al-Quran diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Bait Al-‘Izzah yang berada dilangit dunia. Hal ini berdasarkan firman Allah sebagai berikut :


Artinya : Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (QS. Ad-Dukhan : 3)

Artinya : Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. ( QS. Al-Qadr: 1)
Kedua makna yang disebutkan dalam ayat-ayat diatas adalah satu makna yang berada di bulan Ramadhan, diturunkan ke langit dunia secara sekaligus.
Tahap Ketiga, Al-Quran diturunkan dari langit dunia dengan perantara Jibril a.s kepada Rasulullah s.a.w untuk pertama kalinya pada tanggal 17 Ramadhan, dan berlanjut secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Pendapat tersebut dianut oleh Jumhur Ulama.
2.      Pendapat kedua mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan turunnya Al-Quran adalah dalam ketiga ayat diatas adalah , permulaan turunnya Al-Quran secara langsung dari Allah kepada malaikat Jibril a.s kepada Rasulullah s.a.w pada malam Qadar (Bulan Ramadhan) , kemudian secara berangsur-angsur sesuai dengan kejadian dan peristiwa dalam berbagai masa dan waktu, selama kurang lebih 23 tahun.
3.      Pendapat ketiga mengatakan, bahwa Al-Quran diturunkan ke langit dunia selama dua puluh atau dua puluh dua atau dua puluh lima malam Qadar. Pada setiap malam Qadar dari setiap malam itu, telah ditentukan turunnya dalam setiap tahun. Setelah itu baru diturunkan secara berangsur-angsur.
4.      Pendapat keempat mengatakan, bahwa Al-Quran diturunkan dari Lauh Mahfuzh secara sekaligus, kemudian Jibril a.s menghafalkannya secara berangsur-angsur selama dua puluh malam, setelah itu Jibril a.s menyampaikannya kepada Nabi Muhammad s.a.w dengan cara berangsur-angsur selam kurang lebih 23 tahun.
Tiga pendapat yang terakhir ini menurut al-Zarqaniy dianggap lemah dibandingkan dengan pendapat pertama. Sebab pendapat yang pertama diatas didukung dan dilandasi dengan argument-argumen yang cukup kuat.
C.    Hikmah Dan Dalil Diturunkannya Al Qur’an Secara Berangsur-Angsur
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah s.a.w selam rentang waku kurang lebih dua puluh tahun, sesuai dengan kasus dan peristiwa ang mendahuluinya, dan sejalan dengan tuntutan situasi dan keadaan masyarakat yang menjadi objek turunnya.
Kebanyakan ‘ulama berpendapat bahwa satu-astunya kitab Samawiy yang diturunkan secara berangsur-angsur hanyalah Al-Quran. Al-qur’an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. 13 tahun di Mekkah menurut pendapat yang rajih (kuat) dan 10 tahun di Madinah. Sebagai bukti dan dalil tentang turunnya al-qur’an secara berangsur-angsur dapat diketahui dari firman Allah surat al-Isra’ ayat 106 :

Artinya : “Dan al-qur’an itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakan perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian”.(QS. Al-Israa’: 106)

 Dan juga firman Allah surat al-Furqan ayat 32 :

Artinya : “Berkatalah orang-orang kafir: “mengapa al-qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja ?”, demikian supaya Kami hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)”.­(QS. Al-Furqan: 32)

Kedua ayat diatas menunjukkan suatu bukti bahwa al-qur’an diturunkan secara beransur-angsur, bagian demi bagian sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi, tidak sebagaimana halnya kitab-kitab samawi yang lain, seperti Taurat, Injil dan Zabur yang turunnya sekaligus. Seandainya kitab-kitab tersebut diturunkan secara berangsur-angsur tentulah orang-orang kafir tidak merasa heran terhadap al-qur’an yang turun secara berangsur-angsur.
Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan beberapa hikmah tentang diwahyukannya al-qur’an secara berangsur-angsur:
1.      Untuk memperteguh dan memperkuat pendirian hati Nabi Muhammad s.a.w manakala orang-orang musyrik menyakiti beliau.

Artinya : Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (QS. Huud: 120)

2.      Mempermudah penghafalan Al-Quran oleh Nabi s.a.w dan juga para sahabatnya.

Artinya : Dan Al Quran itu Telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian. (QS. Al-Israa’: 106)

3.      Mempermudah umat pada saat itu untuk meninggalkan perbuatan tercela secara berangsur-angsur, sekaligus mempermudah untuk melaksanakan kewajiban syara’.

      Artinya :
90.  Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.  91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS. Al-Maidah: 90-91)

4.      Mengiringi peristiwa dan kasus yang terjadi, dan sekaligus sebagai koreksi atas kesalahan yang dilakukan.
Artinya : Sesungguhnya Allah Telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (Ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak Karena banyaknya jumlah (mu), Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu Telah terasa sempit olehmu, Kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.(QS. At-Taubah: 25)

5.      Menolak keraguan yang ditimbulkan oleh orang-orang musyrik

Artinya : Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (QS. Al-Furqaan: 33)

6.      Menunjukkan segi-segi I’jaz Al-Quran yang diturunkan dari Dzat Yang maha bijaksana lagi maha terpuji baik dalam susunan kata-kata dan kalimat maupun pensyariatannya.

D.    Pengumpulan Al Qur’an Dan Penulisan Al Qur’an
Merujuk kepada definisi al-Qur’an yang sebelumnya telah disepakati oleh para ulama’:
“Al-Qur’an adalah kalam Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Muhammad saw. dan dinukil kepada kita secara mutawatir, serta dinilai beribadah ketika membacanya”
Maka, materi al-Qur’an yang merupakan mukjizat itu sampai kepada kita melalui proses penukilan, bukan periwayatan. Dengan begitu dapat diartikan dengan memindahkan materi yang sama dari sumber asli ke dalam mushaf. Karena itu, pengumpulan al-Qur’an itu tidak lain merupakan bentuk penghafalan al-Qur’an di dada dan penulisannya dalam lembaran. Sebab, dua realitas inilah yang mencerminkan proses penukilan materi al-Qur’an. Dua realitas penghafalan al-Qur’an di dada dan penulisannya dalam lembaran ini secara real telah berlangsung dari kurun ke kurun, sejak Rasul hingga kini, dan bahkan Hari Kiamat.
Ditinjau dari segi bahasa, al-Jam’u berasal dari kata  يخمعجمع yang artinya mengumpulkan. Sedangkan pengertian al-Jam’u secara terminologi, para ulama berbeda pendapat. Menurut Az-Zarqani, Jam’ul Qur’an mengandung dua pengertian. Pertama mengandung makna menghafal al-Qur’an dalam hati, dan kedua yaitu menuliskan huruf demi huruf dan ayat demi ayat yang telah diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Menurut al-Qurtubi dan Ibnu Katsir maksud dari Jam’ul Qur’an adalah menghimpun al-Qur’an dalam hati atau menghafal al-Qur’an.
Menurut Ahmad von Denffer, istilah pengumpulan al-Qur’an (jam’ al-qur’ân) dalam literatur klasik itu mempunyai berbagai makna, antara lain:
1.      Al-Qur’an dicerna oleh hati.
2.      Menulis kembali tiap pewahyuan.
3.      Menghadirkan materi al-Qur’an untuk ditulis.
4.      Menghadirkan laporan (tulisan) para penulis wahyu yang telah menghafal al-Qur’an.
5.      Menghadirkan seluruh sumber, baik lisan maupun tulisan.
Berdasarkan pendapat para ulama di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Jam’ul Qur’an adalah usaha penghimpunan dan pemeliharaan al-Qur’an yang meliputi penghafalan, serta penulisan ayat-ayat serta surat-surat dalam al-Qur’an.
1.      Penulisan Al Qur’an Pada Masa Nabi
a.       Pengumpulan dalam dada.
Secara kodrati, bangsa arab memiliki daya hafal yang kuat. Hal itu dikarenakan sebagian besar dari mereka buta huruf atau tidak dapat membaca dan menulis. Sehingga dalam menulis berita, syair, atau silsilah keluarga mereka hanya menuliskannya dalam hati. Termasuk ketika mereka menerima ayat-ayat al-Qur’an yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.
Dalam kitab shahih Bukhari, dikemukakan bahwa terdapat tujuh Huffaz melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qal, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan, dan Abu Darda.
b.      Pengumpulan dalam bentuk tulisan
Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu Qur’an dari para sahabat pilihan seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abban bin Sa‘id, Khalid bin Sa‘id, Khalid bin al-Walid, Mu‘awiyah bin Abu Sufyan, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit. Selain penulis wahyu, para sahabat yang lainnya pun ikut menulis ayat-ayat al-Qur’an. Kegiatan ini didasarkan pada sebuah hadits Nabi :
لَا تَكْتُبُوْاعَنِّي شَيْئًاإِلَّاالْقُرْاٰنَ وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي سِوَى الْقُرْاٰنَ فَلْيَمْحُهُ.
Artinya :
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku kecuali al-Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya.” (H.R. Muslim)

Dalam suatu cacatan, disebutkan bahwa sejumlah bahan yang digunakan untuk menyalin wahyu-wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad, yaitu : 
1)      Riqa, atau lembaran lontar (daun yang dikeringkan) atau perkamen (kulit binatang).
2)      Likhaf, atau batu tulis berwarna putih, terbuat dari kepingan batu kapur yang terbelah secara horizontal lantaran panas.
3)       ‘Asib, atau pelapah kurma, terbuat dari bagian ujung dahan pohon kurma yang tipis.
4)      Aktaf, atau tulang belikat, biasanya terbuat dari tulang belikat unta.
5)      Aqtab, yaitu papan yang biasa diletakkan diatas punggung unta yang digunakan untuk menahan barang bawaan.
6)      Adim, atau lembaran kulit, terbuat dari kulit binatang asli yang merupakan bahan utama untuk menulis ketika itu.
Para sahabat menyodorkan al-Qur’an kepada Rasulullah secara hafalan maupun tulisan. Tetapi tulisan-tulisan yang terkumpul pada jaman nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, dan yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki yang lainnya.
2.      Penulisan al Qur’an pada masa khulafaurrasyidin
a.       Penulisan al Qur’an periode Abu Bakar Ash-Shidiq
Pasca wafatnya Rasulullah SAW, kekhalifahan bangsa Arab beralih kepada Abu Bakar. Pada masa kekhalifahannya, Abu Bakar dihadapkan oleh kemurtadan yang terjadi di kalangan bangsa Arab. Abu Bakar pun segera mengerahkan pasukan untuk menumpas kemurtadan. Perang itupun dikenal dengan sebutan Perang Yamamah yang terjadi pada tahun 11 H/633 M.
Dalam perang tersebut, sekitar 70 orang Huffaz mati Syahid. Umar bin Khattab merasa khawatir atas peristiwa ini. Maka Umar mengadukan kekhawatirannya tersebut kepada Abu Bakar.
Diceritakan bahwa Bukhari meriwayatkan di dalam shahihnya dari Zaid bin Tsabit, ia berkata:
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri dia berkata; Telah mengabarkan kepadaku Ibnu As Sabbaq bahwa Zaid bin Tsabit Al Anshari radliallahu 'anhu -salah seorang penulis wahyu- dia berkata; Abu Bakar As shiddiq datang kepadaku pada waktu perang Yamamah, ketika itu Umar disampingnya. Abu Bakr berkata bahwasanya Umar mendatangiku dan mengatakan; "Sesungguhnya perang Yamamah telah berkecamuk (menimpa) para sahabat, dan aku khawatir akan menimpa para penghafal Qur'an di negeri-negeri lainnya sehingga banyak yang gugur dari mereka kecuali engkau memerintahkan pengumpulan (pendokumentasian) al Qur`an." Abu Bakar berkata kepada Umar; "Bagaimana aku mengerjakan suatu proyek yang tidak pernah dikerjakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Umar menjawab; "Demi Allah hal itu adalah sesuatu yang baik." Ia terus mengulangi hal itu sampai Allah melapangkan dadaku sebagaimana melapangkan dada Umar dan aku sependapat dengannya. Zaid berkata; Abu Bakar berkata; -pada waktu itu disampingnya ada Umar sedang duduk, dan dia tidak berkata apa-apa.- "Sesungguhnya kamu adalah pemuda yang cerdas, kami tidak meragukanmu, dan kamu juga menulis wahyu untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, karena itu kumpulkanlah al Qur'an (dengan seksama)." Zaid berkata; "Demi Allah, seandainya mereka menyuruhku untuk memindahkan gunung dari gunung-gunung yang ada, maka hal itu tidak lebih berat bagiku dari pada (pengumpulan atau pendokumentasian al Qur'an). kenapa kalian mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikerjakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Abu Bakar menjawab; "Demi Allah hal itu adalah baik." Aku pun terus mengulanginya, sehingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana melapangkan dada keduanya (Abu Bakar dan Umar). Lalu aku kumpulkan al Qur'an (yang ditulis) pada kulit, pelepah kurma, dan batu putih lunak, juga dada (hafalan) para sahabat. Hingga aku mendapatkan dua ayat dari surat Taubah berada pada Khuzaimah yang tidak aku temukan pada sahabat mana pun. Yaitu ayat: Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung." (9: 128-129). Dan mushaf yang telah aku kumpulkan itu berada pada Abu Bakr hingga dia wafat, kemudian berada pada Umar hingga dia wafat, setelah itu berada pada Hafshah putri Umar. Diriwiyatkan pula oleh 'Utsman bin 'Umar dan Al Laits dari Yunus dari Ibnu Syihab; Al Laits berkata; Telah menceritakan kepadaku 'Abdur Rahman bin Khalid dari Ibnu Syihab; dia berkata; ada pada Abu Huzaimah Al Anshari. Sedang Musa berkata; Dari Ibrahim Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab; 'Ada pada Abu Khuzaimah.' Juga diriwayatkan oleh Ya'qub bin Ibrahim dari Bapaknya. Abu Tsabit berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibrahim dia berkata; 'Ada pada Khuzaimah atau Abu Khuzaimah

Jati diri Zaid bin Tsabit begitu istimewa sehingga tak heran Abu Bakar dan Umar diberikan kelapangan dada untuk memberikan tugas tersebut pada Zaid bin Tsabit, yang mana sebagai pengumpul dan pengawas komisi ini Zaid bin Tsabit dibantu Umar sebagai sahibul fikrah yakni pembantu khusus. Beberapa keistimewaan tersebut diantaranya adalah :
1)      Berusia muda, saat itu usianya di awal 20-an (secara fisik & psikis kondisi prima)
2)      Akhlak yang tak pernah tercemar, ini terlihat dari pengakuan Abu Bakar yang mengatakan bahwa, “Kami tidak pernah memiliki prasangka negatif terhadap anda”.
3)      Kedekatannya dengan Rasulullah SAW, karena semasa hidup Nabi, Zaid tinggal berdekatan dengan beliau.
4)      Pengalamannya di masa Rasulullah SAW masih hidup sebagai penulis wahyu dan dalam satu kondisi tertentu pernah Zaid berada di antara beberapa sahabat yang sempat mendengar bacaan al-Qur’an malaikat jibril bersama Rasulullah SAW di bulan Ramadhan.
5)      Kecerdasan yang dimilikinya menunjukkan bahwa tidak hanya karena memiliki vitalitas dan energi namun kompetensinya dalam kecerdasan spiritual dan intelektual
Seperti diceritakan diatas, pengumpulan al-Qur’an dilaksanakan oleh Zaid atas arahan khalifah. Waktu pengumpulan Zaid terhadap al-Qur’an sendiri sekitar 1 tahun. Hal ini dikarenakan Zaid bin Tsabit melakukannya dengan sangat hati-hati. Hal yang pertama kali Zaid lakukan adalah mengumumkan bahwa siapa saja yang memiliki berapapun ayat al-Qur’an, hendaklah diserahkan kepadanya. Ia tidak akan menerima satu ayat pun melainkan orang tersebut membawa bukti dan dua orang saksi yang menyatakan bahwa apa yang ia bawa adalah wahyu Qur’ani. Bukti pertama adalah naskah tertulis. Bukti kedua adalah hafalan, yaitu kesaksian orang-orang bahwa pembawa al-Qur’an itu telah mendengarnya dari Rasulullah SAW.
Buah hasil kerja Zaid sangat teliti dan hati-hati sehingga memiliki akurasi yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan :
1)      Menulis hanya ayat al-Qur’an yang telah disepakati mutawatir riwayatnya.
2)      Mencakup semua ayat al-Qur’an yang tidak mansukh al-Tilawah.
3)      Susunan ayatnya seperti yang dapat kita baca pada ayat-ayat yang tersusun dalam al-Qur’an sekarang ini.
4)      Tulisannya mencakup al-ahruf al-sab’ah sebagaimana al-Qur’an itu diturunkan.
5)      Membuang segala tulisan yang tidak termasuk bagian dari al-Qur’an.
Senada dengan itu, al-Zarqani menyebutkan bahwa ciri-ciri penulisan al-Qur’an pada masa khalifah Abu Bakar ini adalah :
1)      Seluruh ayat al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama.
2)      Tidak termasuk di dalamnya ayat-ayat al-Qur’an yang telah mansukh atau dinasakh bacaannya.
3)      Seluruh ayat al-Qur’an yang ditulis di dalamnya telah diakui kemutawatirannya.
Setelah semua ayat al-Qur’an terkumpul, kumpulan tersebut disimpan dalam kotak kulit yang disebut “Rab’ah”. Kemudian kumpulan tersebut diserahkan kepada Abu Bakar. Setelah beliau wafat, kumpulan atau lembaran-lembaran tersebut berpidah tangan kepada Umar. Lalu setelah Umar wafat, maka lembaran-lembaran tersebut disimpan oleh putrinya sekaligus istri Rasulullah SAW yaitu Hafsah binti Umar.
b.      Penulisan al Qur’an Periode Utsman
Penyebaran Islam bertambah luas, dan para Qurra‘ pun tersebar ke seluruh wilayah hingga ke arah utara Jazirah Arab sampai Azerbaijan dan Armenia. Setiap wilayah diutuslah seorang Qari. Maka bacaan al-Qur’an yang mereka bawakan berbeda-beda. Berasal dari suku kabilah dan provinsi yang beragama sejak awal pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan. Nabi Muhammad SAW sendiri memang telah mengajarkan membaca al-Qur’an berdasarkan dialek mereka masing-masing lantaran dirasa sulit untuk meninggalkan dialek mereka secara spontan. Namun kemudian adanya perbedaan dalam penyebutan atau membaca al-Qur’an yang kemudian menimbulkan kerancuan dan perselisihan dalam masyarakat.
Ketika itu, orang yang mendengar bacaan al-Qur’an yang berbeda dengan bacaan yang ia gunakan menyalahkannya. Bahkan mereka saling mengafirkan. Hal ini membuat Huzaifah bin al-Yaman resah dan mengadukan hal tersebut kepada Utsman. Menanggapi hal tersebut, Utsman mengirim utusan kepada Hafsah dan meminjam mushaf Abu Bakar. Kemudian Utsman memanggil Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin “As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Keriga orang terakhir adalah orang Quraisy. Utsman memerintahkan agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Qur’an turun dalam logat mereka.
Setelah mereka melakukan hal itu, Utsman mengembalikan mushaf kepada Hafsah. Mereka menyalinnya ke dalam beberapa mushaf baru tersebut dan memerintahkan agar semua Qur’an/mushaf lainnya dibakar. Mushaf tersebutlah yang dikenal dengan mushaf Utsmani.
Al-Zarqani sendiri mencatat bahwa ciri-ciri mushaf yang disalin pada Khalifah Usman adalah sebagai berikut :
1)      Ayat-ayat al-Qur’an yang tertulis di dalamnya seluruhnya berdasarkan riwayat yang mutawwir berasal dari Rasulullah.
2)      Tidak terdapat di dalamnya ayat-ayat al-Qur’an yang mansukh atau dinasakh bacaannya.
3)      Susunan menurut urutan wahyu.
4)      Tidak terdapat di dalamnya yang tidak tergolong pada al-Qur’an seperti apa yang ditulis oleh sebagian sahabat dalam mushaf masing-masing sebagai penjelasan atau keterangan terhadap ayat-ayat tertentu.
5)      Mushaf yang ditulis pada masa khalifah usman tersebut mencakup “tujuh huruf” dimana al-Qur’an diturunkan dengannya.
Mushaf Usmani tidak memakai tanda baca seperti titik dan syakal karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab murni di mana mereka tidak memerlukan syakal, titik dan tanda baca lainnya seperti yang kita kenal sekarang ini. 




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam bahasa Arab, kata “nazala” berarti : meluncur dari tempat tinggi ke tempat yang rendah”. Nuzul, secara etimologi dapat berarti singgah atau tiba ditempat tertentu. Makna nuzul dalam pengertian yang disebut terakhir ini dalam kebiasaan orang Arab menurut ‘Abdul ‘Adzim al-Zarqaniy sebagai makna hakiki.
Tahapan turunnya Al-Quran yaitu : Tahap Pertama; Al-Quran diturunkan oleh Allah ke Lauh Mahfuzh secara sekaligus, dalam arti, bahwa Allah menetpkan keberadaannya disana, Tahap Kedua, Al-Quran diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Bait Al-‘Izzah yang berada dilangit dunia, Tahap Ketiga, Al-Quran diturunkan dari langit dunia dengan perantara Jibril a.s kepada Rasulullah s.a.w untuk pertama kalinya pada tanggal 17 Ramadhan, dan berlanjut secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Pendapat tersebut dianut oleh Jumhur Ulama.
Hikmah diturunkan Al-Quran secara berangsur-angsur adalah : 1. Untuk memperteguh dan memperkuat pendirian hati Nabi Muhammad s.a.w manakala orang-orang musyrik menyakiti beliau, 2. Mempermudah penghafalan Al-Quran oleh Nabi s.a.w dan juga para sahabatnya, 3. Mempermudah umat pada saat itu untuk meninggalkan perbuatan tercela secara berangsur-angsur, sekaligus mempermudah untuk melaksanakan kewajiban syara’, 4. Mengiringi peristiwa dan kasus yang terjadi, dan sekaligus sebagai koreksi atas kesalahan yang dilakukan, 5. Menolak keraguan yang ditimbulkan oleh orang-orang musyrik, 6. Menunjukkan segi-segi I’jaz Al-Quran yang diturunkan dari Dzat Yang maha bijaksana lagi maha terpuji baik dalam susunan kata-kata dan kalimat maupun pensyariatannya.
B.     Kritik dan Saran
Saya selaku penulis merasa bahwa makalah ini masih memiliki sangat banyak kekurangan, baik dalam segi penulisan maupun dalam segi yang lainnya. Jadi saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari teman-teman sekalian selaku pembaca. Untuk materi ini, penulis memberi saran agar kita senantiasa berusaha mendalami tentang sejarah penurunan dan penulisan Al-Quran yang mulia, , agar kita mengetahui bahwa Al-Quran merupakan mukjizat Nabi Muhammad S.A.W yang paling besar, dan agar kita menjadi muslim yang berkualitas, yang berilmu pengetahuan, berakhlak mulia dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin…




DAFTAR PUSTAKA
Usman. 2009. Ulumul Quran. Yogyakarta : Penerbit TERAS
Anwar, Rosihan. 2001. Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia
Muhammad Amin Suma. 2000. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Jakarta, Pustaka Firdaus
Abd. Chalik, Drs. H. A. Chaerudji. 2007.“Ulum Al-Qur’an”. Diadit Media. Jakarta Pusat
Syaikh Manna’ Al-Qaththan. Cetakan ketujuh, Februari 2012. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat yang tak terhitung jumlahnya, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak. Solawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi kita, Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, maupun kita semua yang mengikuti jejak langkahnya hingga hari kiamat kelak.
Penulis menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta sangat banyak kekurangan-kekurangannya, untuk itu besar harapan kami agar teman-teman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun supaya kami dapat menyempurnakan makalah-makalah kami di lain waktu.
Harapan yang paling besar bagi penulis adalah bahwa makalah yang berjudul (Sejarah Turun dan Penulisan Al-Quran) ini dapat memberi manfaat, baik untuk diri pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil hikmah dari makalah ini, atau sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Bengkulu, 17 Oktober 2017











DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................................          i                         
DAFTAR ISI.................................................................................................          ii

BAB  I  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah...................................................................          1
B.     Rumusan Masalah............................................................................          1
C.     Tujuan Penulisan Masalah................................................................          1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Nuzul Al-Quran..............................................................          2
B.     Tahapan Turunnya Al-Quran............................................................          3
C.     Hikmah Dan Dalil Diturunkannya Al Qur’an Secara
Berangsur-Angsur............................................................................          5
D.    Pengumpulan Al Qur’an Dan Penulisan Al Qur’an.........................          8
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.......................................................................................          17
B.     Kritik dan Saran...............................................................................          17
DAFTAR  PUSTAKA


1 komentar:

  1. baca juga : http://parawali99.blogspot.co.id/2017/02/makalah-sejarah-turun-dan-penulisan-al.html

    BalasHapus