Kamis, 12 Oktober 2017

Makalah Sifat Ananiyah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sudah menjadi hal pasti dan tidak bisa ditawar lagi, dalam diri manusia ada yang namanya nafsu yang selalu mendorong jiwa pada hal yang negative dan perbuatan yang jelek. Disadari atau tidak nafsu ini, adalah semacam energy negatif yang terus memicu pada arah yang keji dan tidak diridhai oleh Allah SWT.
Persoalan ini, sebenarnya bukan hal yang asing untuk di perbincangkan, akan tetapi problem lawas yang sampai saat ini tetap saja aktual untuk selalu dibahas dan selalu didiskusikan. Mengapa demikian? Tidak dapat dipungkiri lagi, pergolakan akut dalam jiwa antara energi buruk dan energi baik senantiasa bergejolak memimpin jalan hidup manusia. Konsekwensinya adalah siapakah pemenang dari pergolakan tersebut maka dialah yang akan menjadi sebuah karakter yang melekat pada setiap individual.
Dari hal inilah, hasil dari pergolakan tersebut akan menuai banyak kerugian. Sebab jika yang menang adalah energi jelek yang didorong oleh hawa nafsu atau tuntunan syetan, maka sudah bisa dipastikan akan menjadi boomerang terhadap dirinya sendiri dan menjerumuskan pada kobaran api neraka yang sarat dengan siksaan yang sangat pedih. Dalam hal ini sebisa mungkin bagaimana bias mengantisipasi semaksimal mungkin akan terjadinya pergolakan dan dimenangkan oleh energi jelek itu sendiri, sehingga bisa selamat dari pergolakan dua energi itu. Bagaimana caranya hal itu dihasilkan?
Menjadi hal urgen, untuk meminimalisir terjadinya pergolakan adalah tetapnya hati senantiasa ingat dan senantiasa bertafakkur terhadap kekuasaan Allah SWT. sehingga dengan seperti itulah akan didapatkan kesadaran akan kekuasaan Allah. Bukankah Allah mencipta segala sesuatu merupakan hal yang perlu dikaji dan banyak hikmahnya?

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Ananiyah              
2.      Dalil Larangan Ananiyah                   
3.      Contoh Perilaku Ananiah dalam Kehidupan Sehari-hari                   
4.      Akibat dari Perilaku Ananiah            
5.      Cara Menghindari Perilaku Ananiah        


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ananiyah
Secara Etimologi Kata ananiah berasal dari bahasa arab "ana" yang berarti saya atau aku, Ananiah berarti "keakuan" atau sifat membanggakan diri diri.
Secara Terminologi Sifat ananiah biasa disebut egois,yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain.Sifat egois merupakan sifat tercela yang di benci oleh Allah swt. dan manusia karena cenderung berbuat sesuatu yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Orang yang egois biasanya membangga-banggakan diri sendiri,menganggap orang lain hina dan rendah.
Ananiah atau Egois adalah perilaku yang selalu tidak mau tahu dengan kepentingan orang di sekitarnya. Egois juga dapat diartikan suatu sikap yang selalu mementingkan diri sendiri. Perilaku ini juga cenderung hampir sama dengan perilaku angkuh atau sombong. Sifat Ananiah akan mendatangkan kebinasaan bagi pemilik sifat tersebut. Ananiah termasuk sifat tercela yang harus dijauhi oleh setiap orang mukmin. Sebab, dapat menjerumuskan manusia kepada sikap individualistik (kesendirian) dan membuka jalan kepada sikap permusuhan dan kebencian di antara sesama manusia.
Sifat Ananiah selanjutnya dapat menimbulkan sikap sombong. Kedua sifat ini, sama-sama tidak memperdulikan keadaan orang lain dan cenderung mementingkan urusannya sendiri. Orang yang memiliki sifat ananiah, selalu menilai sesuatu berdasarkan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan orang lain. Sikap Egoisme sangat bertentangan dengan kodrat manusia. Karena pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan sesamanya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, melainkan selalu mau untuk bekerja sama dengan orang lain. Allah SWT memerintahkan agar kita hidup untuk saling tolong-menolong dan memiliki kepedulian terhadap orang lain.
Sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."
Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’. Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain.
Apakah demi kepentingan dirinya akan mengorbankan orang lain. Hal ini tidak akan menjadi pertimbangannya.
B.     Dalil Larangan Ananiyah
Allah SWT. dengan tegas tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Hal tersebut dijelaskan Allah melalui firmanNya :
إِنَّ ا اــــلَّهَ لآ تُحِبُّ مَن كَــــــا نَ مُخْتَـــــــا لً فَخُو رًا ٣٦
Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Q.S. an-Nisa :36)
Pernakah dalam suatu permasalahan yang timbul,kamu merasa bahwa dirimu paling benar dan orang lain yang salah??? Jika pernah waspadalah terhadap perasaan yang demikian,karena bisa jadi sikap ananiah mulai memasuki hatimu. Oleh karena itu,ingatlah selalu bahwa kebenaran hanya milik Allah swt. dan bersikaplah sportif terhadap teman-teman serta orang oran di sekitarmu.



C.    Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah
Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya. Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh kepentingan dirinya. Hal semacam ini di larang.
Allah berfirman :  
Artinya: “ Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS. Al-Mu’minun: 71)
Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri akan lahir sifat-sifat lain yang berdampak negatif dan merusak, misalnya, sifat bakhil, tamak, mau menang sendiri, dhalim, meremehkan orang lain dan ifsad (meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi sifat ananiyah akan berkembang menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul Haq menolak kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. (H.R. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud)
Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki wewenang dan potensi besar bahayanya akan berdampak luas. Peng-usaha dengan sifat ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya untuk memonopoli ekonomi dengan tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan menyingkirkan pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala cara.
Bila penyakit ananiyah menjangkiti seorang pengusaha akan cenderung bersifat diktator, tiranis, dan absolut. Seperti halnya Fir’aun, Namrud yang memerintah dengan semena-mena. Dalam kehidupan sehari-hari bila penyakit mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung sulit diatur dan merusak pergaulan dengan kedha-liman, setidak-tidaknya sering menim-bulkan masalah. Sementara mereka menganggap benar apa yang mereka lakukan.
Firman Allah (QS. Al-Baqoroh : 11) :   
Artinya: “Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan."
Dari Abi Hurairoh r.a. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan, sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan pada dosanya”. (HR. Bukhori dalam kitab shahihnya)
Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal sikpa per-musuhan itu sangat dibenci Allah. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“Dari Aisyah r.a. dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, Beliau bersabda: “Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling suka bermusuhan”. (HR. Bukhori)

D.    Lawan Dari Sifat Ananiyah
Lawan dari sifat ananiyah adalah itsyariyah yaitu rasa kebersamaan, kepekaan sosial dalam pergaulan sehingga mereka mendahulukan kepentingan ummat atau masyarakat walaupun terkadang memer-lukan pengorbanan dari dirinya. Jelas ini sifat mulia dan terpuji.
Sikap dan sifat ini bisa kita jumpai pada orang-orang yang akidahnya baik seperti sikap orang-orang anshor terhadap orang-orang Muhajirin yang baru saja hijrah dari Makkah ke Madinah. Allah mengabadi-kannya dalam firman-Nya:

Artinya: “ Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung” (QS. Al-Hasyr : 9).

Demikianlah Rasulullah Shallalla-hu’alaihi wa sallam sejak awal tumbuhnya Islam telah meletakkan dasar-dasar kepe-kaan sosial, kebersamaan dan persaudaraan yang hakiki. Persaudaraan dan rasa keber-samaan yang bukan karena keuntungan materi dan fanatisme kesukuan atau ashobi-yah yang biasanya ditandai persamaan ras, warna kulit atau bahasa. Tetapi oleh rasa ukhuwwah islamiyah, sikap jiwa yang tumbuh dari kesadaran iman bahwa manusia itu ummat yang satu, yang tidak bisa hidup sendiri, dan terikat pada ketergantungan hidup satu sama lain. Kita lihat bagaimana rasa kebersamaan dan keikhlasan kaum Anshor merelakan separoh hartanya, separoh dari milinya diberikan pada saudaranya kaum Muhajir, saudara seiman seakidah.
Lebih jauh dari sekadar arti persaudaraan yang dapat mengikat antar pribadi sahabat Rasulullah, tetapi rasa kebersamaan itu menjadi tonggak dan pilar kokoh yang mampu mendukung perjuangan menghadapi tantangan-tantangan dan mampu mengenyahkan kesombongan, kedzaliman dan ke-musyrikan yang telah bercokol bertahun-tahun di negri yang tandus itu.
Begitu pentingnya rasa kebersamaan ini sehingga Allah menetapkan sebagai :
1.      Standar nilai;
Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itukarena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.”
2.      Pengikat Hati

Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali-Imran : 103)
Ayat ini menjelaskan bahwa; Berpegang teguh dengan tali Allah artinya mengamalkan syareat Islam atau kitabullah yaitu Al-Qur’an dengan konsekuen.
Jamii’an ialah merupakan keterangan bagaimana caranya orang berpegang teguh dengan tali Allah yaitu dengan cara berjama’ah (bersama-sama) dan dilarang berfirqoh-firqoh. Hidup berjama’ah adalah nikmat Allah dimana hati yang dulunya bermusuhan dapat diikat denganikatan ukhuwwah Islamiyah (penuh persaudaraan dan rasa kebersamaan). Rasa kebersamaan dan persaudaraan Islam yang diterapkan dlam kehidupan Al-Jama’ah penangkal dan obat sekaligus jalan keluar dari ikhtilaf dan sikap bermusuhan yang dapat menyelamatkan seseorang dari jurang neraka.
Kemudian tegas-tegas Allah melarang firqoh;
  
Artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,”

3.      Mencintai sesama
“Dan Anas r.a. Dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda. “Demi Dzat yang diriku ditangan-Nya tidak dinamakan beriman sehingga ia mencintai sesama jirannya seperti apa yang ia menyukai untuk dirinya sendiri” (HR. Muttafaq’Alaih)
Dan dalam hadist yang lain :
“Dari Abdullah bin Salam ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam: “Hai Manusia syiarkanlah salam (kesejahteraan dan kedamaian) dan hubungilah keluarga-keluarga dan berilah makan (orang miskin) dan sholatlah malamketika manusia sedang tidur. Niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera”. (Hadis dikeluarkan oleh Tirmidzi dan ia menshohehkannya).
Ufsyus salam, yang artinya tebarkan salam adalah dimaksudkan agar manusia dapat menciptkan suasana sejahtera, aman, selamat dan damai pada dirinya sendiri, lingkungan dan kepada manusia pada umumnya. Kita bisa melihat akibat positif perbuatan orang yang hatinya damai dan sejahtera, apa yang keluar dari hatinya, apa yang dikatakannya dan apa yang menjadi keputusan dan prilakunya akan memberi suasana penuh kedamaian, aman dan sejahtera dalam kehidupan ini.
Washillul Arham, menghubungkan kasih sayang kepada sesama dan memberi makan kepada fakir miskin kemudian disempurnakan dengan sholat di waktu mkam dikala manusia sedang tidur. Adalah aqidah dan karakter setiap muslim yang memupuk tumbuh suburnya sifat Itsariyah dan kepedulian sosial, solidaritas ukhuwwah islamiyah dan lingkungan sekaligus sama sekali tidak memberikan peluang tumbuhnya sifat Ananiyah, angkuh dan sombong.




E.     Cara Menekan Sikap Ananiyah
Untuk menekan sikap ananiyah dapat kita lakukan dengan cara menghidupkan dan mengembangkan sikap itsariyah yaitu dengan :
  1. Menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama. Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai orang lain. 
  2. Menghargai orang lain artinya mengenal, memahami sekaligus mencintai sesama.  
  3. Membiasakan diri untuk bershodaqoh dan beramal untuk orang lain.
  4. Menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia harus merelakan dirinya karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem kehidupan yang saling membutuhkan.
  5. Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang rasa dan belas kasihan.
  6.  Menyadari bahwa hidup adalah pengabdian, setiap pengabdian diperlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan dan teman.
  7. Menyadari bahwa sikap ananiyah bila dibiarkan akan mengarah pada sikap congkak dan takabur yang membinasakan dan dibenci oleh Allah.
  8. Menanamkan dan membiasakan diri dengan sikap tawadhu, syukur, ikhlas dan tasamuh karena sifat-sifat tersebut akan mengikis habis sifat-sifat ananiyah.
  9. Menghayati dan mendalami setiap butiran perintah ibadah secara universal, seperti ibadah sholat, shoum, zakat dll.



BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri akan lahir sifat-sifat lain yang berdampak negatif dan merusak, misalnya, sifat bakhil, tamak, mau menang sendiri, dhalim, meremehkan orang lain dan ifsad (meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi sifat ananiyah akan berkembang menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul Haq menolak kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. (H.R. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).
Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki wewenang dan potensi besar bahayanya akan berdampak luas. Peng-usaha dengan sifat ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya untuk memonopoli ekonomi dengan tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan menyingkirkan pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala cara.
B.         Saran
Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya. Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan mendominasi seluruh tindaknnya. Untuk itu, marilah kita lebih mendekatklan diri kepada-Nya, supaya terhindar dari sifat ananiyah.


DAFTAR PUSTAKA
http://al-islam.mywapblog.com/perilaku-ananiah.xhtml di akses pada 02 oktober 2017 pukul 20:35 WIB
http://aangmts36.blogspot.co.id/2012/11/pengertian-ananiah.html di akses pada 02 oktober 2017 pukul 20:35 WIB




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar